Manado – Nominal tunjangan untuk anggota serta pimpinan DPRD se-Indonesia sudah dinaikkan oleh Presiden Joko Widodo. Naiknya tunjangan itu termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dikejar pertanyaan soal hak keuangan dan administratif DPRD, Billy Lombok SH, yang juga Ketua Pansus pembahasan Ranperda tersebut setuju apabila nanti ada konsekuensi dampak penyesuaian take home pay anggota DPRD.
“Masyarakatlah yang akan menilai baik dan buruk kinerja wakilnya di DPR. Saya setuju bila hak keuangan nanti imbasnya ada, tapi saya juga setuju bila ruang lingkup kerja bukan hanya di kantor saja. Politik tentu saja dinamis,” ujar Billy Lombok kepada BeritaManado.com, Senin (4/9/2017).
Lanjut Billy Lombok, kantor adalah bagian administratif dari kinerja DPRD, dibuat sedemikian lengkap, menunjang kinerja dari masing masing anggota. Kantor juga sebagai salah-satu sarana menerima berbagai aspirasi selain itu juga ada yang kita kenal dengan masa reses.
“Jadi, aktifitas anggota DPRD itu kompleks, bayangkan saja kalau ada aspirasi dan wakil rakyatnya hanya berpikir memenuhi administratif di kantor, walau ada kegiatan penting tugas di kantor yang harus juga jadi prioritas, seperti pembahasan infrastruktur jalan, ekonomi, wirausaha, petani, nelayan, maksimalisasi PAD, kesetiakawanan sosial, kesehatan, dan lainnya,” tandas anggota Komisi 2 bidang Keuangan dan Perekonomian ini.
Lebih lanjut ketua Pansus termuda ini menambahkan bahwa jam operasional DPRD berbeda dengan ASN. Jam kerja anggota DPRD masih berlanjut ketika berada di rumah.
“Masih pagi terkadang sudah ada tamu membawa aspirasi, atau ada yang sakit mengeluh pelayanan fasilitas kesehatan, atau ada yang urusan tempat ibadah, undangan kegiatan ibadah, dan lain sebagainya. Bila eksekutif ada pos operasional tertentu, legislatif memaksimalkan take home pay atau mungkin ada aspirasi yang bisa diperjuangkan, jadi tidak sama dengan kantor birokrasi pada umumnya,” tukas Ketua Pemuda Sinode GMIM periode 2005-2014 ini.
Billy Lombok pun berpendapat bahwa masyarakatlah nanti akan menilai berbagai kinerja wakilnya di dewan perwakilan.
“Kontrak kita sudah jelas, kita wakilnya rakyat, rakyatlah yang akan menilai, di politik juga ada game of opinion yang kadang bertolak belakang dengan berbagai fakta, maka anggota DPRD kedepan harus benar benar jelih,” jelas Billy Lombok.
Soal Perda PP 18, Billy Lombok menyerahkan sepenuhnya kepada eksekutif tentang berbagai estimasi.
“Data ada di lapangan, tidak susah di akses, sejauh data valid, tidak masalah, dan semua kami serahkan ke pihak eksekutif, Pansus kan tidak ada kewenangan mengatur-atur, kewenangan kami hanya sesuai aturan saja, selanjutnya tinggal kembali ke masing masing anggota,” pungkas Billy Lombok.
Sebelumnya diberitakan, terkait akan keluarnya Peraturan Kepala Daerah (PerGub, PerBup/Perwako) sebagai konsekwensi logis hadirnya PP Nomor 18 tahun 2017, menurut pengamat politik dan pemerintahan, Taufik Tumbelaka, akan menjadi “bola panas” bagi para penerimanya, dalam hal ini para Wakil rakyat.
“Hal ini dikarenakan akan semakin besar ekspektasi masyarakat terhadap kinerja para wakilnya di DPRD. Para Wakil Rakyat tidak bisa lagi ‘bermalas-malasan’ hadir di Kantor DPRD atau saat rapat-rapat karena telah menerima tunjangan seperti kendaraan dan tempat tinggal,” ujar Taufik Tumbelaka.
Lanjut Taufik Tumbelaka, selain itu para wakil rakyat harus menunjukan kualitasnya dengan menelorkan sejumlah Perda inisiatif, juga harus menunjukan integritas yang tinggi membela hak-hak rakyat yang sebenarnya merupakan kewajiban para Wakil rakyat.
“Khusus besaran angka yang akan di tata dalam Peraturan Kepala Daerah, diharapkan tetap memegang teguh pada dua hal, yaitu: prinsip kewajaran dan kondisi kemampuan APBD agar dapat diterima dalam logika masyarakat pada umumnya dan tidak menjadi beban berat dalam pos belanja rutin anggaran,” tandas Taufik Tumbelaka. (JerryPalohoon)