Manado – Kota Manado sudah mulai memanfaatkan tenaga Surya secara resmi oleh Pemerintah Kota pada tahun 2013-2014 yang lalu, ditandai dengan proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) Solar Cell.
Proyek pekerjaan penyediaan sarana dan prasarana PJU pada Dinas Tata Kota Manado yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Manado tahun 2014 bernilai kontrak sebesar Rp9.664.219.000 lalu mengalami perubahan berulangkali hingga 2014.
Tujuannya yaitu mulai mendapatkan sumber energi baru, dimulai dari penerangan jalan umum disejumlah titik di Kota Manado seperti jalan AA. Maramis yang memiliki akses langsung ke bandara.
Kedepannya, proyek tersebut akan diperluas ke sejumlah titik lain di Kota Manado sehingga bisa terjadi penambahan penghematan energi juga sebagai langkah awal transisi energi.
Sayangnya, proyek tersebut menuai masalah yang kini belum tuntas. Dugaan korupsi mencuat saat proyek tersebut tidak selesai sesuai dengan kontrak yaitu Desember 2014.
Dalam proses hukum yang berjalan terkuak, dugaan tindak pidana korupsi terjadi bahkan sebelum proses tender atau lelang digelar.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara dalam menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHPD ATAS LKPD) Tahun Anggaran 2013 pun menemukan, pengadaan sarana dan prasarana penerangan jalan umum dengan sistem Solar Cell TA 2013 tidak sesuai ketentuan. Hasil pemeriksaan BPK, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai kontrak dan terlalu mahal sehingga berindikasi merugikan keuangan Negara minimal Rp2,3 miliar dan denda keterlambatan yang belum dipungut Rp54,3 juta serta jaminan pelaksanaan yang belum diterima Rp1,232 miliar.
Rekanan pelaksanaan kegiatan proyek solar cell pun diketahui belum belum menyerahkan dokumen jaminan garansi dan ada item pemasangan tiang lampu di subkontrakkan ke pihak lain dengan besar anggaran Rp2,182 miliar.
Kabar tentang kasus ini pun mencuat ke publik hingga berbagai kabar beredar termasuk hilangnya komponen-komponen yang ada pada panel solar Cell untuk PJU. Dengan angka kerugian yang totalnya sekitar Rp3 miliar ini, jelas mengundang perhatian masyarakat.
Munculnya kasus ini seperti memberi batu sandungan bagi Kota Manado yang baru memulai langkah ke transisi energi dimulai dari penerangan jalan.
Pihak kepolisian pun gencar menangani kasus ini dan berhasil menetapkan pihak-pihak yang terlibat, mulai dari kalangan Pemerintah Kota Manado hingga pihak swasta. Hal itu didukung oleh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Manado yang menerangkan bahwa terdakwa yang terlibat yaitu FDS alias Salindeho, di mana diyakini adanya pertemuan terdakwa Salindeho, Mailangkay (selaku mantan Kepala Dinas Tata Kota Manado), terpidana Lucky Dandel, terpidana Robert Wowor bersama terpidana Ariyanti di Hotel Quality Manado, sebelum proses tender digelar.
Salindeho telah dijerat pidana JPU dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Sementara, tersangka Mailangkay yang sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak September 2017 telah berhasil ditangkap oleh KPK dikediamannya, di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.
Mailangkay disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Terbaru, Paulus Iwo yang telah menjadi buronan kasus tindak pidana korupsi Solar Cell Manado, ditangkap Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado, Selasa (21/9/2021) pagi, dikoordinir Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Evans E Sinulingga SE SH MH.
Paulus Iwo yang dalam pekerjaan tersebut merupakan Direktur PT Triofa Perkasa bertindak selaku penyandang dana, telah dinyatakan secara sah terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1768 K/PID.SUS/2018 tanggal 19 November 2018.
Keterlibatan Paulus diketahui cukup besar karena mereka bekerja sama dalam penentuan pemenang proyek, di mana PT Subota International Contractor terpilih sebagai pemenang proyek. Kemudian Paulus Iwo meminjam PT Subota International Contractor untuk melaksanakan pekerjaan padahal jaminan lelang yang dimasukkan dalam dokumen lelang adalah palsu.
Parahnya lagi, dalam pelaksanaan pekerjaan, Paulus Iwo telah melakukan perubahan spesifikasi baterai. Baterai yang dipakai seharusnya merk Best Solution Batery (BSB) 12 V – 120 Ah, malah diubah menjadi BSBp 120 Ah Bull Power yang dibeli dari China. Baterai dari China ini tidak dilengkapi SNI serta belum dilakukan uji laboratorium (kekuatan hanya 3-6 jam sehari sedangkan dalam kontrak disyaratkan 10 jam per hari). Sampai dengan kontrak berakhir tanggal 30 Desember 2014, pekerjaan tidak selesai namun dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan Tahap I sebagai tanda bahwa terpidana telah menyelesaikan pekerjaan 100 %.
Hingga saat ini, kasus korupsi PJU Solar Cell Kota Manado masih ditangani Kejaksaan Negeri dan perkembangan terkait kasusnya masih dinanti publik. Terutama, menanti putusan hukum bagi para tersangka yang berhasil ditangkap usai buron.
Bicara tentang solar Cell, terhitung sejak 5 September 2019, Sulawesi Utara oleh Kementerian ESDM telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Wineru, Likupang Timur, Minahasa Utara yang disebut menjadi yang terbesar se-Indonesia. Terbesar, karena memiliki 64.620 hamparan panel Surya di lahan seluas 29 ha. PLTS Likupang menyalurkan listrik sampai 15 MW meski kapasitas terpasang 21 MWp.
PLTS Likupang juga menjadi penopang sistem kelistrikan jaringan PLN Sulawesi Utara-Gorontalo, di mana sistem produksi listrik PLTS Likupang terhubung secara online dengan jaringan listrik milik PLN. PLTS Likupang ini dibangun oleh Vena Energy, perusahaan produsen listrik swasta yang fokus dalam pengembangan pembangkit listrik Surya serta angin.
Dari siaran pers Kementerian ESDM, Country Head Vena Energy Arisudono Soerono menjelaskan, kemampuan konversi dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan terjadi susut sebanyak 6 MW. Namun Ari menegaskan, meskipun tidak sepanjang hari menghasilkan listrik, tapi dari sisi harga jauh lebih murah dibandingkan menggunakan BBM atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). “Yang jelas di bawah harga PLTD, jauh lebih murah,” kata Ari.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi pengembangan PLTS mencapai 207,8 GWp dengan realisasi mencapai 0,15 GWp dan untuk wilayah Sulawesi Utara sendiri, potensi tenaga Surya yang ada mencapai 2,1 GWp.
Dari pantauan di sekitar lokasi pada akhir Oktober 2021, tidak terlihat hal yang menonjol, apalagi PLTS terletak tidak terlalu berdampingan dengan pemukiman penduduk sehingga ada jarak antara wilayah padat penduduk dan area PLTS.
Lagipula, aktivitas masyarakat di desa tersebut dapat dikatakan normal saja, bahkan saat PLTS seluas itu ada di desa mereka. Dijelaskan sebelumnya, area PLTS ada di lokasi yang kelilingi perbukitan, perkebunan dan tanah lapang. Menurut warga, kehadiran PLTS yang sangat luas itu tidak memberi dampak signifikan bagi kehidupan warga karena sumber listrik yang digunakan masih konvensional sehingga pemadaman listrik merupakan hal yang lumrah. Meski memang kehadiran para pekerja yang tidak banyak namun cukup bisa meramaikan warung makan atau warung kelontong milik warga setempat. Meski sedikit, tapi setidaknya dapat memberi tambahan penghasilan bagi warga.
Hal itu setidaknya yang dialami salah satu warga Wineru. “Kami juga tidak terlalu paham dengan PLTS itu. Hanya tahu kalau ada di desa kami, yang kerja di PLTS juga suka beli makanan di sini,” cerita salah satu warga.
Sayangnya tidak banyak yang bisa bercerita tentang PLTS di sekitar wilayah itu, selain karena kepemilikan PLTS yang berkaitan dengan pihak swasta, akses masuk juga sangat terbatas dan harus mendapatkan izin dari kantor pusat Vena Energy terlebih dahulu.
Kepemilikan PLTS sekelas yang ada di Likupang harusnya juga bisa didukung oleh infrastruktur yang mendukung, khususnya di daerah sekitar Likupang, Kabupaten Minahasa Utara seperti Kota Manado yang merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Utara. Apalagi jarak antara Manado dan Likupang hanya kurang dari 2 jam perjalanan dengan kendaraan roda empat sehingga kehadiran PLTS harusnya bisa memicu percepatan langkah konkret dari transisi energi.
Semenjak ada kasus PJU, untuk Kota Manado khususnya, belum ada lagi kabar tentang proyek atau pembahasan transisi energi yang dipublikasikan.
Namun, angin segar mulai berhembus saat adanya pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali kota Manado yang baru pada 10 Mei 2021. Andrei Angouw dan Richard Sualang berhasil mengalahkan petahana dan berkomitmen membangun Manado menjadi lebih maju, termasuk dari sektor energi.
Richard Sualang mengungkapkan, Kota Manado memang masih menggunakan energi yang konvensional, tapi pemerintah kota selalu mendorong setiap kegiatan pembangunan gedung secara politis, untuk sekarang mulai ramah lingkungan.
Menurut Richard, kalau dikatakan ramah lingkungan maka termasuk menggunakan energi konvensional seminim mungkin.
“Untuk mengisi ruang itu, kita selalu mengarahkan Manado paling cocok solar cell karena daya matahari cukup, sepanjang tahun ada. Kita juga pernah menjajaki tenaga angin, tapi teknologi tersebut kan sangat tergantung dengan situasi cuaca yang mengharuskan ada angin yang konstan, daerah di Manado sampai saat ini belum ada yang seperti itu,” ujar Richard.
Meski demikian, diungkapkan Richard, Pemerintah Kota Manado, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Pusat berencana mengkonversi sampah menjadi energi. Namun, hal ini bisa dilakukan jika TPA regional di Ilo-ilo berfungsi. Untuk sementara, saat menunggu TPA regional berfungsi, maka masih digunakan TPA Sumompo.
“Tapi, usaha usaha dan kebijakan pemerintah secara politis tentu ada, kita menyampaikan bahwa kita akan menggunakan energi matahari ini atau solar cell. Ini yang tentu kita sudah sampai-sampaikan kepada masyarakat, pelaku usaha, ya kepada pemerintah atau badan usaha milik negara yang akan berinvestasi untuk tentu menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan memanfaatkan sebesar-besarnya energi baru terbarukan,” jelas Richard.
Terkait kebijakan berupa Perda yang disetujui DPRD Kota Manado, Richard menegaskan, tentu hal itu akan mengacu pada Undang-undang. Kehadiran Undang-undang EBT akan sangat bermanfaat karena akan berdampak secara politis, di mana akan mendorong adanya kepedulian dari legislatif dan eksekutif supaya ada sinergitas.
“Supaya kita ada di satu visi dan satu pikiran tentang EBT. Terus terang kondisi energi terbarukan ini merupakan hal yang baru di Manado. Jadi untuk ke arah situ, yaitu menggunakan EBT semaksimal dan seefisien mungkin, kita perlu dukungan semua stakeholder yang ada, apalagi eksekutif dan legislatif,” ucapnya.
Richard yang juga menyampaikan pesan Wali Kota Manado ini menegaskan, pemerintah optimis dengan langkah yang akan diambil tentang EBT.
“Pasti kita optimis karena bagi pemerintah sendiri, efek tersebut ya dianggaran. Kita bisa berhemat anggaran, anggaran yang kita pakai untuk bayar listrik secara konvensional, kita bisa alihkan ke pembangunan pembangunan lain,” pungkas Richard.
Pengamat sosial dan politik pemerintahan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), Taufik Tumbelaka mengatakan, transisi energi dari konvensional ke energi baru terbarukan merupakan hal yang sangat baik dan sudah seharusnya Kota Manado ada didalamnya.
Jika mengikuti perkembangan dunia saat ini, negara-negara maju sudah ada didalam lingkungan transisi energi dan dampak atau progress-nya sudah terlihat jelas.
Namun harus diakui, terdapat tantangan besar yang dihadapi, khususnya dalam hal penerapan kebijakan.
Masalah hukum yang pernah terjadi tentang penerapan tenaga surya di Kota Manado sejak beberapa tahun silam, dikatakan Taufik bukan menjadi alasan untuk tidak melangkah maju.
“Meski ada tantangan, harus maju. Itu sebabnya penting melakukan evaluasi. Perlu dimatangkan lagi tentang perencanaan, penerapan atau pelaksanaannya di lapangan, dan tentu konsistensinya,” ujar Taufik.
Taufik melanjutkan, untuk urusan transisi energi sebenarnya bisa dimulai dari hal sederhana yang selama ini sering diabaikan, mulai dari kalangan pemerintah itu sendiri.
Misalnya mulai menghemat energi dari lingkungan kerja, seperti mendesain bangunan atau gedung pemerintahan yang ramah lingkungan dan energi.
Sebagai contoh, Taufik menyebut gedung kantor milik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Minahasa.
“Gedung pemerintahan sudah seharusnya jadi contoh ramah energi, ramah lingkungan. Mulai dari desain jendela yang besar untuk pencahayaan yang lebih baik, bagian plafond yang tinggi untuk sirkulasi udara sehingga memang menghemat energi. Dimulai dari hal seperti itu,” kata Taufik.
Optimisme Kota Manado ini pun disambut baik oleh Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Sulawesi Utara. Sebagai komunitas milenial bentukan Kemenparekraf dan kini sedang bekerja sama dengan sejumlah kementerian, GenPI menyatakan dukungannya terhadap pemerintah yang mulai menaruh perhatian terhadap transisi energi.
Pyzane Yev Zane Mangkei selaku Ketua GenPI Sulawesi Utara dan Kabid SDM GenPI nasional mengatakan, pemerintahan yang baru di Kota Manado memang punya tugas besar untuk memulai langkah penting dalam membawa Manado menjadi kota yang lebih ramah lingkungan dan energi.
“Masyarakat menaruh kepercayaan kepada pemerintahan Pak Andrei Angouw dan Pak Richard Sualang, terutama dalam hal menyusun kembali kekuatan di jajarannya yang memang bisa berjalan bersama dalam pengabdian kepada masyarakat. Ini penting agar solusi demi solusi atas kendala yang dihadapi dapat dieksekusi dengan maksimal. Apalagi, transisi energi itu butuh komitmen dan konsistensi,” jelas Pyzane.
Dukungan yang ada ini kiranya juga akan makin meluas sehingga langkah demi langkah yang akan diambil oleh pemerintah dapat terlihat dampaknya.
Dorongan pemerintah terhadap pembangunan yang harus memperhatikan lingkungan dan energi pun disepakati Pyzane sebagai langkah yang baik dan harus dijadikan sebagai tren terkini.
“Pembangunan yang harus memperhatikan penghematan energi itu sudah baik. Jadi saat siang hari tidak harus menyalakan lampu yang terlalu banyak dan menghidupkan AC karena desain bangunan yang sudah dipikirkan sejak awal. Kedepan, mulai dipasang solar cell. Dampaknya akan sangat besar bagi bumi, termasuk manusia. Kami, komunitas milenial yang punya jaringan se-Indonesia ini siap membantu pemerintah mensosialisasikan ini kepada masyarakat,” pungkas Pyzane.
Sementara, bagi masyarakat khususnya ibu rumah tangga, masalah transisi energi bisa menjadi isu sensitif karena tidak semuanya bisa memahami hal ini dengan mudah.
Meyvi Lumangkun, Ketua Asosiasi Desa Kreatif Indonesia (ADKI) Sulawesi Utara yang juga merupakan ibu rumah tangga ini mencontohkan, seperti halnya pergantian dari kompor minyak tanah ke gas.
Dibutuhkan edukasi, sosialisasi dan kebijakan dari pemerintah sehingga masyarakat bisa yakin dan akhirnya beralih menggunakan gas.
Menurut Meyvi, hal yang sama juga harus diberlakukan saat ini, terutama dimulai dari sosialisasi agar istilah transisi energi dapat diperhatikan oleh masyarakat umum. Sebagai ibu rumah tangga, dirinya siap jika harus mulai belajar menerima hal baru tentang energi meski butuh waktu yang panjang.
“Tapi ya tentu perlahan ya karena masih bingung bagaimana nantinya. Sebagai ibu rumah tangga, kalau dijelaskan dampaknya akan baik kepada anak cucu tentu saja kami perhatikan hal itu. Hanya kami butuh lebih banyak informasi lagi, misalnya bagaimana tenaga surya bisa dipakai di rumah dan terutama bagaimana mo memulai transisi itu, apalagi semua jaringan listrik di rumah masih bergantung ke konvensional,” kata Meyvi.
Kesiapan Kota Manado yang sudah mulai ditunjukkan dan disertai dengan dukungan banyak pihak ini membawa harapan akan masa depan yang cerah. Meski masih membutuhkan banyak tenaga, pikiran, komitmen, evaluasi dan sinergitas yang solid, tapi setidaknya Pemerintah Kota Manado mulai berusaha menanamkan kesadaran akan pentingnya belajar melakukan transisi energi dimulai dari hal kecil.
Perkembangan terkait rencana awal ini tentu saja akan dinanti, terutama bagaimana Manado bangkit lagi dan mulai konsisten dalam menapaki jalan yang dibuka oleh pemerintah. Babak baru perjalanan Kota Manado menuju transisi energi dengan target tenaga surya baru saja dimulai kembali.
Indonesia sendiri masih berkomitmen mencapai target yang ditetapkan pada Paris Agreement 2015 lalu, apalagi Indonesia memiliki semua potensi energi terbarukan. Dari data Kementerian ESDM, sumber energi terbarukan di Indonesia berdasarkan potensinya dari yang terbesar hingga terkecil yaitu tenaga surya, air, angin, panas bumi dan bioenergi mencakup mini dan micro hidro hingga arus laut.
Hal itu pernah dibahas oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat menjadi pembicara pada forum diskusi internasional, United States Power Working Group for Indonesia (PWG) bertema Oppurtunities In Renewable Energy, Including The Draft Of The New Predential Decree And The Omnibus Bill Impact On Renewable Energy Sector, secara virtual di awal tahun 2021.
Sebagai daerah dengan iklim tropis, maka tidak mengherankan jika tenaga Surya memiliki potensi terbesar karena Indonesia memang mendapat asupan cahaya matahari sepanjang tahun.
Bicara soal transisi energi dari konvensional ke energi baru terbarukan, Indonesia menjadi negara yang baru memulai, jika dibandingkan dengan negara lain, sebut saja Jerman yang sudah terlihat perubahannya.
Agus Praditya Tampubolon selaku Project Manager Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia mengungkapkan betapa pentingnya transisi energi di Indonesia, diantaranya untuk memastikan ketahanan energi jangka panjang, memenuhi target perubahan iklim, mengantisipasi terjadinya potensi aset yang terdampar (stranded asset) dari pembangkit fosil serta mengukur dan mengelola potensi pengurangan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dari sumber-sumber energi fosil di tingkat nasional dan daerah.
“Untuk itu, transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia perlu disiapkan dengan baik,” ujar Agus dalam pelatihan jurnalistik transisi energi yang digelar CASE-IESR-SIEJ di kuarter 3 tahun 2021.
Agus pun mengingatkan 3 hal yang harus dilakukan dalam mewujudkan transisi energi di Indonesia, seperti mendorong perubahan kebijakan energi yang diterapkan oleh Kementerian ESDM yang merupakan dasar untuk implementasi aktual, agenda politik yang harus difokuskan pada pentingnya transisi energi terutama untuk kebijakan publik dan tentu saja meningkatkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat tentang pentingnya transisi energi.
Menyusul transisi energi yang mulai dijalankan ditingkat pusat, daerah-daerah di Indonesia juga turut mengambil langkah untuk maju bersama, termasuk Kota Manado yang ada di provinsi Sulawesi Utara.
(SriSurya)