Manado, BeritManado.com – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado menolak gugatan Antonius Sunny Hendrikus Mantiri pada tanah milik keluarga Pantow-Kawilarang Cs di Lingkungan VII, Kelurahan Paal Dua, Kota Manado.
Dalam amar putusan perkara nomor 64/G/2021/PTUN.Mdo, majelis hakim menyatakan menerima eksepsi tergugat, para tergugat II intervensi 1, para tergugat II intervensi 2, tergugat II intervensi 3 dan tergugat II intervensi 4 mengenai kepentingan penggugat dalam pengajuan gugatan.
Hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya pemeriksaan sengketa sebesar Rp624.400.
Kuasa hukum tergugat Johannes Budiman SH, menyambut baik putusan tersebut.
Johannes Budiman menjelaskan, berdasarkan hukum perdata dan hukum agraria pemilikan, penguasaan dan pendudukan daripada keluarga Pantow-Kawilarang Cs atas tanah budel, telah dikuasai sejak lama dan diperoleh sebagai warisan orang tua, almarhum Jan Arkelaus Frederik dan almarhumah Frederika Maria Waworoentoe.
Hal itu lanjut Johannes, berdasarkan jual beli pada 27 Agustus 1929 dan sudah didaftarkan dalam register tanah di Tikala pada 20 April 1949.
“Jadi jelas sudah sekitar 90 tahun lebih secara terus-menerus dan turun temurun tanpa henti, tidak pernah diganggu-gugat pemilikannya. Seharusnya penggugat menunjukkan bukti lebih kuat dan teguh daripada hak yang dimiliki pihak keluarga Pantow-Kawilarang yang dalam perkara incasu sebagai tergugat intervensi,” terang Johannes.
Johannes menerangkan, menurut Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pasal 20 (1), menegaskan hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6 ayat 2.
Ditegaskan juga bahwa hak milik tidak dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dan dalam putusan-putusan penting pengadilan atau yurisprudensi, hak milik sebagai hak terkuat dan selalu memperoleh perlindungan hukum.
“Olehnya, tuntutan dari Antonius Sunny Hendrikus Mantiri yang secara semrawut dan membabi buta menggugat dengan mengungkap hal-hal tidak logis, seperti dia mendengar dari orang di kelurahan ada tanah sisa dan bla-bla-bla, kemudian bekerjasama para oknum yang tidak bertanggungjawab, dan mencoba membuat pengaduan ke BPN Kota Manado,” ujar Johannes.
Bahkan, kata dia, karena merasa tidak puas Penggugat mencoba mangais keuntungan dengan menerangkan segala macam teori hukum dan administrasi negara, kemudian melakukan pengukuran di atas tanah budel milik Tergugat Intervensi dan melanjutkan dengan gugatan.
“Itu adalah perbuatan melawan hukum dan tindakan main hakim sendiri. Sangat dilarang negara,” tegasnya.
Menurut Johannes, terlepas dari wewenang secara hukum adat yang ada pada kepala desa/kepala pengukur tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 menegaskan bahwa yang berhak menyelenggarakan pengukuran tanah dalam negara adalah BPN Kota Manado.
Demikian pula menurut hukum pembuktian dan hukum acara, baik pidana maupun perdata, mengharuskan setiap orang yang mempunyai bukti pemikiran akurat, membawakan segala persoalan ke Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam pasal 283 RBG Ayat 1 ataupun pasal 1865 KUH Perdata.
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya atau peristiwa tersebut,” kata Johannes mengutip pasal tersebut.
Johannes menceritakan, sejak awal persidangan pihak penggugat tidak dapat menunjukkan bukti-bukti valid.
Bahkan, kuasa hukum penggugat tidak pernah hadir dan memilih mengundurkan diri pada tahap pembuktian setelah dua kali dipanggil.
“Bahkan penggugatnya hingga putusan juga tidak pernah datang,” ujar Johannes.
Ia pun berpesan, apabila ada pihak ketiga lainnya yang mendapatkan hak dari penggugat, Johannes menyarankan untuk melaporkan ke pihak berwajib.
Tugas Pengacara Menyelesaikan Perkara Bukan Bina Perkara
Belajar dari kasus ini, Johannes sebagai lawyer senior membagikan pesan penting kepada rekan seprofesi, khususnya mereka yang baru terjun di dunia pengacara.
Sejatinya, kata Johannes, tugas pengacara adalah menyelesaikan perkara, bukan bina perkara.
Sehingga ia menyarankan tidak sembarang menerima klien.
“Kalau klien tidak punya bukti kuat silakan tolak,” tegasnya.
Sebab, kata dia, proses gugatan semacam ini hanya menyita dan mengganggu waktu dari tergugat.
“Kasihan mereka (tergugat) punya pekerjaan lebih penting, lantas menjadi tidak nyaman karena urusan begini,” bebernya.
Johannes mengaku, banyak pengacara muda menganggap kasus seperti ini pekerjaan transit.
Imbasnya, mengundurkan diri atau dilepas.
“Kalau begini yang rusak rusak nama organisasi dan profesi kita. Tolong rekan-rekan pahami,” jelas Johannes yang menjadi lawyer sejak 1982.
(Alfrits Semen)