BeritaManado.com — Pakar Hukum Bidang Hak atas Kekayaan Intelektual dan Telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan merekam orang tanpa izin bisa masuk perbuatan melanggar hukum.
Pelanggaran hukum tentang berinformasi dan berkomunikasi terjadi jika perekaman dilakukan tidak sesuai dengan konteks dan tidak didasari kepentingan hukum yang sah.
Menurut Edmon, merekam seseorang tanpa izin selain berpotensi melanggar etika juga melanggar UU tentang informasi dan komunikasi.
Perbuatan itu juga bisa melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur adanya perlindungan hak atas privasi terhadap keberadaan informasi dan komunikasi.
“Dalam konteks merekam suatu informasi, tentu harus dilihat apakah dalam konteks hubungan komunikasi privat ataukah publik,” kata Edmon, melansir katadata.co.id jaringan BeritaManado.com, Kamis (23/5).
Pelanggaran menurut Edmon juga bisa terjadi dalam kaitan pengungkapan serta penyebaran informasi apakah menyangkut kepentingan privat atau kepentingan publik.
Ia mengatakan dalam pasal 21 UU HAM maupun dengan pasal 26 UU ITE seseorang dapat menggugat pihak lain yang merugikan kepentingan privasinya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, dalam konteks komunikasi publik, pada dasarnya UU ITE melarang tindakan penyebaran konten ilegal.
Tindakan ini berkaitan dengan informasi yang bersifat melawan hukum baik berdasarkan suatu UU ataupun berdasarkan kepatutan/kesusilaan dalam masyarakat.
Perbuatan ini mencakup semua jenis perbuatan yang tidak legitimate interest yang berakibat merugikan orang lain atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan UU, kesusilaan, ataupun ketertiban umum.
Sementara itu, dalam sudut pandang hukum kebendaan, keberadaan suatu foto atau video wajah dan fisik seseorang juga merupakan suatu hal kebendaan yang melekat pada orang tersebut.
Foto atau video dilindungi dengan Hak atas Privasi dan juga Hak Cipta.
“Jika seseorang tidak menghendaki dirinya untuk difoto, maka hal ini merupakan hak orang tersebut. Apalagi, jika diambil tanpa persetujuannya, dan perekamannya merugikan privasi serta nama baiknya di tengah masyarakat,” kata Edmon.
Ia menambahkan sesuatu keunikan yang melekat pada badan seseorang sesungguhnya adalah kebendaan imateril miliknya.
Keunikan itu menjadi identitas dirinya (right to identity).
Keberadaan teknologi digital menurut Edmon tidak membuat keunikan itu dikuasai oleh pihak lain (possesion) dan kemudian pihak tersebut seolah-olah menjadi pemiliknya (ownership).
(Alfrits Semen)
BeritaManado.com — Pakar Hukum Bidang Hak atas Kekayaan Intelektual dan Telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan merekam orang tanpa izin bisa masuk perbuatan melanggar hukum.
Pelanggaran hukum tentang berinformasi dan berkomunikasi terjadi jika perekaman dilakukan tidak sesuai dengan konteks dan tidak didasari kepentingan hukum yang sah.
Menurut Edmon, merekam seseorang tanpa izin selain berpotensi melanggar etika juga melanggar UU tentang informasi dan komunikasi.
Perbuatan itu juga bisa melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur adanya perlindungan hak atas privasi terhadap keberadaan informasi dan komunikasi.
“Dalam konteks merekam suatu informasi, tentu harus dilihat apakah dalam konteks hubungan komunikasi privat ataukah publik,” kata Edmon, melansir katadata.co.id jaringan BeritaManado.com, Kamis (23/5).
Pelanggaran menurut Edmon juga bisa terjadi dalam kaitan pengungkapan serta penyebaran informasi apakah menyangkut kepentingan privat atau kepentingan publik.
Ia mengatakan dalam pasal 21 UU HAM maupun dengan pasal 26 UU ITE seseorang dapat menggugat pihak lain yang merugikan kepentingan privasinya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, dalam konteks komunikasi publik, pada dasarnya UU ITE melarang tindakan penyebaran konten ilegal.
Tindakan ini berkaitan dengan informasi yang bersifat melawan hukum baik berdasarkan suatu UU ataupun berdasarkan kepatutan/kesusilaan dalam masyarakat.
Perbuatan ini mencakup semua jenis perbuatan yang tidak legitimate interest yang berakibat merugikan orang lain atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan UU, kesusilaan, ataupun ketertiban umum.
Sementara itu, dalam sudut pandang hukum kebendaan, keberadaan suatu foto atau video wajah dan fisik seseorang juga merupakan suatu hal kebendaan yang melekat pada orang tersebut.
Foto atau video dilindungi dengan Hak atas Privasi dan juga Hak Cipta.
“Jika seseorang tidak menghendaki dirinya untuk difoto, maka hal ini merupakan hak orang tersebut. Apalagi, jika diambil tanpa persetujuannya, dan perekamannya merugikan privasi serta nama baiknya di tengah masyarakat,” kata Edmon.
Ia menambahkan sesuatu keunikan yang melekat pada badan seseorang sesungguhnya adalah kebendaan imateril miliknya.
Keunikan itu menjadi identitas dirinya (right to identity).
Keberadaan teknologi digital menurut Edmon tidak membuat keunikan itu dikuasai oleh pihak lain (possesion) dan kemudian pihak tersebut seolah-olah menjadi pemiliknya (ownership).
(Alfrits Semen)