BITUNG — Kelanjutan pembangunan jalan lingkar Lembeh yang selama ini hanya sebatas wacana, rupanya terganjal masalah minimnya dana dan status kepemilikan tanah di pulau tersebut. Hal ini dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bitung, James Rompas, yang mengakui ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam pembangunan jalan lingkar Lembeh itu, antara lain masih kecilnya alokasi dana juga masalah status kepemilikan tanah. Bahkan menurutnya status tanah di pulau tersebut keadaannya semakin rumit bahkan carut marut.
“Sebetulnya memang cukup banyak pengusaha luar yang ingin berivenstasi di Lembeh, tetapi ketika diperhadapkan status tanah yang kurang jelas, akhirnya mereka mundur,” kata Rompas.
Padahal menurut Rompas, sesuai SK 170 tahun 1980 dari pemerintah pusat dimana pemerintah daerah diserahkan tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan tanah di Pulau Lembeh. Namun ada saja warga yang mengklaim bahwa sekitar 150 hektar tanah di wilayah itu adalah milik mereka.
“Nah sebetulnya kalau tanah itu milik mereka yakni seluas 150 hektare , yang
mana itu. Seharusnya mereka bisa membuktikannya,” tukasnya.
Rompas juga memperkirakan untuk pembangunan jalan lingkar Lembeh itu dengan kualitas yang sudah bagus, membutuhkan anggaran yang tidak kecil karena mencapai triliunan rupiah. Mengingat jalan lingkar Lembeh ini diperkirakan sepanjang 60 kilometer dan anggaran untuk pembangunannya dengan kualitas yang baik bisa mencapai Rp 1 triliun. “Sementara APBD Kota Bitung maupun provinsi tidak akan mampu untuk membiayainya,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bitung, Max Tambuwun, saat dihubungi melalui ponselnya mengatakan, untuk pembangunan jalan lingkar Lembeh pada tahun 2011, APBD Kota Bitung hanya bisa mengalokasikan sebesar Rp 800 juta, sementara APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Lembeh hanya sebesar Rp 2 miliar.
“Memang anggaran ini masih sangat kecil dibandingkan yang diharapkan.
Untuk tahun 2011 saja dengan anggaran 800 juta hanya bisa dibangun sepanjang 2 kilometer,” tutur Tambuwun. (en)
BITUNG — Kelanjutan pembangunan jalan lingkar Lembeh yang selama ini hanya sebatas wacana, rupanya terganjal masalah minimnya dana dan status kepemilikan tanah di pulau tersebut. Hal ini dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bitung, James Rompas, yang mengakui ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam pembangunan jalan lingkar Lembeh itu, antara lain masih kecilnya alokasi dana juga masalah status kepemilikan tanah. Bahkan menurutnya status tanah di pulau tersebut keadaannya semakin rumit bahkan carut marut.
“Sebetulnya memang cukup banyak pengusaha luar yang ingin berivenstasi di Lembeh, tetapi ketika diperhadapkan status tanah yang kurang jelas, akhirnya mereka mundur,” kata Rompas.
Padahal menurut Rompas, sesuai SK 170 tahun 1980 dari pemerintah pusat dimana pemerintah daerah diserahkan tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan tanah di Pulau Lembeh. Namun ada saja warga yang mengklaim bahwa sekitar 150 hektar tanah di wilayah itu adalah milik mereka.
“Nah sebetulnya kalau tanah itu milik mereka yakni seluas 150 hektare , yang
mana itu. Seharusnya mereka bisa membuktikannya,” tukasnya.
Rompas juga memperkirakan untuk pembangunan jalan lingkar Lembeh itu dengan kualitas yang sudah bagus, membutuhkan anggaran yang tidak kecil karena mencapai triliunan rupiah. Mengingat jalan lingkar Lembeh ini diperkirakan sepanjang 60 kilometer dan anggaran untuk pembangunannya dengan kualitas yang baik bisa mencapai Rp 1 triliun. “Sementara APBD Kota Bitung maupun provinsi tidak akan mampu untuk membiayainya,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bitung, Max Tambuwun, saat dihubungi melalui ponselnya mengatakan, untuk pembangunan jalan lingkar Lembeh pada tahun 2011, APBD Kota Bitung hanya bisa mengalokasikan sebesar Rp 800 juta, sementara APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Lembeh hanya sebesar Rp 2 miliar.
“Memang anggaran ini masih sangat kecil dibandingkan yang diharapkan.
Untuk tahun 2011 saja dengan anggaran 800 juta hanya bisa dibangun sepanjang 2 kilometer,” tutur Tambuwun. (en)