Manado, BeritaManado.com — Gerakan Perempuan Sulut (GPS) bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), telah meluncurkan temuan dan rekomendasi terkait program perlindungan perempuan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulawesi Utara (Sulut).
Hasil ini berdasarkan pemantauan terhadap program perlindungan perempuan melalui audit sosial yang berlangsung dari November 2023 hingga Februari 2024 oleh Tim Pemantau GPS, yakni Nurhasanah SSos, Pdt Ruth Ketsia Wangkai MTh, dan Vivi George SKM,
“Tujuan utama dari audit sosial ini adalah untuk mengevaluasi relevansi perencanaan dan implementasi kebijakan dalam menanggapi masalah yang dihadapi oleh kelompok marjinal, terutama perempuan dan perempuan korban kekerasan,” ungkap Tim Pemantau GPS, Nurhasanah SSos.
Selain itu, audit juga bertujuan untuk menilai relevansi output dan dukungan anggaran dari program perlindungan perempuan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam menangani isu-isu perempuan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Terakhir, kata dia, audit ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan aspek perencanaan dan implementasi kebijakan berdasarkan temuan hasil pemantauan.
Sementara hasil pemantauan pada tahap perencanaan kebijakan menunjukkan beberapa temuan penting.
“Salah satunya adalah minimnya pelibatan publik, termasuk media dalam proses perencanaan pembangunan daerah, yang berdampak pada hasil yang dicapai,” jelas Pdt Ruth Ketsia Wangkai MTh.
Selain itu, kegiatan yang direncanakan tidak menghasilkan output yang dibutuhkan oleh penerima manfaat dan tidak ada data atau informasi yang langsung disampaikan kepada publik untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh kelompok sasaran.
Semisal biaya Visum et Psikiatrikum yang masih berbayar dengan tenaga psikiater yang terbatas hanya 2 orang, biaya rawat inap akibat dari kekerasan yang dialaminya yang masih ditanggung korban, serta belum ada rumah aman yang representatif sesuai dengan kebutuhan korban.
Pelibatannya hanya pada kegiatan konsultasi publik penyusunan RKPD Provinsi dengan waktu yang terbatas dan peserta yang banyak.
Apalagi dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPD) terkesan hanya formalitas saja.
Menurut Kepala UPTD PPA Provinsi, Marsel Silom, empat aspek yang bisa diukur untuk melihat kualitas layanan korban adalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana, serta mekanisme atau aturannya.
Namun, keempat aspek tersebut masih rendah, terutama dengan tingginya kasus yang ditangani, yang berdampak pada ketidakpuasan korban.
Adapun pantauan terkait anggaran yang tertata menunjukkan bahwa meskipun dana yang dialokasikan cukup besar, namun rincian pembiayaan yang dikeluarkan untuk mendukung pelayanan kepada korban justru lebih besar dari biaya pemenuhan layanan itu sendiri.
“Sesungguhnya Ini bukan sebuah temuan penyelewengan, tapi biaya-biaya yang memang harus dikeluarkan itu sepatutnya di luar dari anggaran yang dikhususkan untuk program perlindungan perempuan,” pungkas Vivi George.
Hal ini menunjukkan perlunya penyesuaian dalam alokasi anggaran untuk memastikan bahwa dana yang disediakan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya.
Sebagai hasil dari audit sosial ini, beberapa rekomendasi telah diajukan GPS.
Salah satunya adalah pentingnya pelibatan publik secara serius sejak proses perencanaan hingga evaluasi, untuk memastikan program-program yang akan dijalankan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, komunikasi yang efektif antara legislatif dan eksekutif juga diperlukan untuk memastikan bahwa isu perlindungan perempuan dianggap sebagai prioritas yang harus dijabarkan dalam pokok-pokok pikiran dan mendapatkan alokasi anggaran yang memadai untuk pemberian layanan yang komprehensif kepada korban.
Pemanfaatan digitalisasi pada tahap perencanaan dan implementasi dengan desain khusus juga diusulkan untuk memudahkan akses masyarakat dalam menyampaikan aspirasi mereka.
Sementara pelibatan media di semua tahapan perencanaan dan pelaksanaan juga dianggap penting untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik dan kontrol sosial.
Dengan menerapkan rekomendasi ini, diharapkan perlindungan terhadap perempuan, khususnya korban kekerasan di Sulawesi Utara dapat meningkat dan kebutuhan serta aspirasi masyarakat dapat lebih efektif diakomodasi oleh pemerintah daerah.
(***/jenly)