Jakarta, BeritaManado.com — Upaya yang dilakukan pemerintah dan aparat keamanan untuk menumpas gerakan terorisme dan radikalisme di Indonesia yang terus berulah, nyatanya tidak cukup menjamin individu dan kelompok tidak lagi melakukan tindakan yang sering mengatasnamakan agama.
Pecahnya Reformasi pada Mei 1998 silam terjadi hampir bersamaan dengan hilangnya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dalam kurikulum di sekolah-sekolah semua tingkatan.
Demikian juga terjadi dengan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang biasa digelar pada awal masa sekolah di tingkat SMP dan SMA.
Emmanuel J Tular SIP MSi kepada BeritaManado.com, Minggu (20/5/2018) mengatakan bahwa khusus untuk pelajaran PMP, perlu untuk diberikan secara khusus kepada para pelajar di sekolah-sekolah.
“PMPlebih fokus belajar tentang nilai-nilai moral bernegara, nilai moralberbangsa dan nilai moral bermasyarakat yang sumbernya adalah ideology Pancasila, dimana hal itu merupakan dasar negara, pandangan hidup dan filosofi bangsa Indonesia,” katanya.
Bakal Calon Anggota Legislatif DPR RI dari Partai Nasional Demkrat (NasDem) ini menambahkan bahwa jika dilihat dari betapa pentingnya Pancasila bagi warga negara Indonesia, maka sepantasnya PMP dihidupkan kembali sebagai mata pelajaran utama di tingkat SD, SMP dan SMA atau sederajat.
Pasca reformasi PMP ini diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sementara matapelajaran tersebut dalam silabus belajar tentang pemahaman Pancasila, namun selain itu belajar juga tentang banyak hal tentang kewarganegaraan.
PMP dan PKn sepintas agak miril, namun menurut Tenaga Ahli Fraksi Partai NasDem DPR RI ini PMP masih lebih baik, jika mengharapkan terjadinya internalisasi nilai-nilai Pancasila di dalam kepribadian para pelajar sebagai generasi bangsa.
Selain itu, guru sebagai pengajar juga semakin diperkuat dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila sehingga bisa menjadi teladan bagi para pelajar.
Maka dalam menangkal dan mengatasi adanya ideologi asing apalagi radikal, dibutuhkan Lex Spesialis pendidikan tentang Pancasila dengan menghidupkan kembali mata pelajaran PMP, sementara PKn tetap diajarkan namun silabus atau modul sedikit menempatkan Pancasila muatanutamanya.
Sementara itu, mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa PSPB tetap menjadi mata pelajaran tersendiri karena muatan materinya lebih pada bagaimana memahami sejarah Bangsa Indonesia terbentuk sebagai sebuah negara maupun perjuangan dalam memperoleh dan mempertahankan Kemerdekaan serta dalam membangun negeri Indonesia.
“PSPB akan membentuk pelajar untuk memiliki jiwa dan semangat patriot sebagaimana para pahlawan dan tokoh bangsa Indonesia dalam sejarah bangsa Indonesia. Memang di PSPB juga ada pembelajaran nilai Pancasila, tetapi lebih pada cerita dan dokumen sejarah yang memiliki arti dan nilai yang ada pada Pancasila,” ungkapnya.
Jadi kesimpulannya, jika generasi muda bgnsa Indonesia yang masih duduk di bangku pendidikan seudah diberikan pemahaman tentang ideologi Pancasila secara intensif, maka sangat kecil kemungkinannya akan terpengaruh dengan idelogi radikal yang sering digunakan para kelompok teroris.
(Frangki Wullur)