Manado – Kerusakan alam di hamparan sekitar 200 hektar oleh oknum tak bertanggung jawab, ditambah lagi diduga diperjual-belikan oleh oknum BS yang diduga semakin sibuk dengan mencari surat-surat hak garap untuk dibeli dan dijadikan milik pribadi, padahal surat tersebut dimaksudkan hanya untuk hak menggarap bukan untuk dipindah tangankan atau dijadikan milik pribadi karena sejatinya ini milik negara.
Salah seorang tokoh masyarakat, Aldrin Nangka menjelaskan bahwa lokasi lahan tersebut sesudah pemekaran Minahasa, maka status tanah ini menjadi wilayah hukum Tinoor 1.
“Kami menduga bahwa proses jual beli dilakukan di bawah tangan, karena pemerintah katanya tidak ada arsip untuk itu, tapi kami punya bukti baik secara historis maupun berkas bahwa tanah tersebut hanya hak menggarap bukan dimaksudkan untuk dipindah tangankan,” ujar Aldrin Nangka, Minggu (5/3/2017).
Lanjut Aldrin Nangka, bahkan sangat berbahaya bila hutan yang peruntukkan sebagai paru paru dunia kemudian gundul, pasti mengakibatkan resiko bencana, ini harus segera menjadi perhatian pemerintah, negara harus melindungi rakyat, jangan pro kapitalis dan mengorbankan potensi korban jiwa karena bencana alam.
“Kami siap membawa keluhan ini kepada pemerintah dan DPRD apalagi di DPRD Sulut pimpinannya sebagian besar daerah pemilihan Tomohon dan Minahasa,” tegasnya.
Kegelisahan warga Tinoor memang sudah sepantasnyalah ditindak-lanjuti oleh pemerintah, sebagaimana dikonfirmasi waktu lalu, legislator Sulut, Billy Lombok sudah tegas mengingatkan pemerintah lewat hearing dengan biro ekonomi, dinas kehutanan provinsi Sulut agar pro aktif.
“Ini menyangkut perekonomian ribuan orang, nasib lingkungan yang ditinggali oleh warga, kalau lingkungan rusak bukan hanya warga Tinoor akan terdampak, tapi sekitarnya sampai di Warembungan yang menjadi wilayah Minahasa. Warga menyampaikan agar hak kelola, hak garap itu dikembalikan kepada sedia kala, dan status hutan tidak boleh ditebang sembarangan.
Oknum yang bermain disitu harus diusut sampai tuntas, jangan ada aset negara, milik rakyat kemudian menjadi milik satu atau dua orang pemilik modal besar. Kami yakin bapak gubernur dan bapak wakil gubernur akan berada di depan membela rakyatnya,” tegas Billy Lombok yang pernah menjabat ketua pemuda Sinode GMIM 2005-2014 ini.
Sebelumnya diberitakan, warga Tinoor benar-benar menunjukkan kemarahannya, tanah yang dimiliki perorangan sekaligus tanah yang ditanah negara diduga dijual-belikan oleh oknum berinisial BS.
Oknum BS ini diduga selama ini tidak tersentuh hukum, harusnya tanah negara yang berlokasi di Tinoor ini tidak boleh menjadi kepemilikan pribadi, karena tahun 1973 pemerintah Minahasa memberikan hak kelola ini kepada masyarakat Tinoor dengan syarat 10 % menjadi bagian pemerintah, dan segala sesuatunya dijelaskan lewat surat hukum tua Tinoor dan pejabat Minahasa.
Sangat disayangkan oleh masyarakat Tinoor, hutan yang ada di tanah negara itu sudah gundul, kemarahan ini memuncak dan sekelompok orang akhirnya membakar lokasi base camp, hingga operator alat berat pun kewalahan.
Informasi yang dirangkum, di desa Tinoor bahwa akan ada aksi selanjutnya yang bisa lebih besar.
Kepada beritamanado.com, Minggu (26/2/2017) lalu, anggota DPRD Sulut Billy Lombok-pun angkat suara. Menurutnya, ia sudah mendengar informasi tersebut.
“Hutan kalau sudah gundul, status tanah negara ini harus diusut, siapapun dia kami minta diusut tuntas, status tanah sejauh sepengetahuan kami dari rakyat dengan bukti berkas yang ada hanya pengelolaan tapi ditengarai sudah dilakukan jual beli, kami takutkan sudah ada yang sempat keluar sertifikat, kami persilahkan masyarakat menyampaikan aspirasi dan keluhan di DPRD secara resmi karena kami dengar sudah disampaikan ke dinas kehutanan Tomohon disampaikan bukan wilayah Tomohon, jadi bingung, maka kami minta aparat tegas, karena ini berpotensi kemarahan meluas,” tukas tokoh pemuda yang pernah menjabat ketua pemuda Sinode GMIM 2 periode ini.
Billy Lombok pun mengingatkan, bahwa semangat Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw yang peduli lingkungan dan tidak ingin ada masalah lingkungan meluas, karena akan sangat berbahaya, terlebih ada tanah negara diduga dilakukan jual beli seolah-olah itu tanah pribadi, ini akan mengubah esensi kemanfaatan yang tadinya untuk rakyat menjadi milik pribadi.(***/JerryPalohoon)