Penulis : Vebry Tri Haryadi, Ketua DPD Projo Sulut, Praktisi Hukum dan Caleg Gerindra Sario-Malalayang.
DALAM beberapa tahun saya sebagai aktifis dalam Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) adat, dan sebagai relawan atau pimpinan pada Ormas Pro Jokowi (Projo) yakni Ormas Politik pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini dipercayakan sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD)Projo Sulawesi Utara, melihat banyak sekali ketimpangan dalam dunia politik di daerah kita Sulawesi Utara.
Sehingga Saya memberikan diri masuk dalam sistem Parpol dan menjadi salah satu Caleg DPRD Manado pada Dapil 2 Kota Manado yaitu Dapil Sario Malalayang lewat Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) adalah untuk melawan politik uang.
“SAYA SEBAGAI PENGACARA/LAWYER MAJU MENCALONKAN DIRI DENGAN MEMBERIKAN GAJI DAN TUNJANGAN UNTUK MASYARAKAT SEBAGAI KONTRAK POLITIK SAYA.”
Yah, itulah kontrak politik saya untuk memberikan gaji dan tunjangan sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Manado jika terpilih nantinya dan bersama masyarakat untuk berjuang melawan ketidakadilan dalam hukum, sosial politik, kebudayaan serta persoalan kesejahteraan.
Kita lawan segala ketimpangan yang ada dan yang sangat miris adalah kepemimpinan di daerah kita dilahirkan/dihasilkan dari sistem kepemimpinan yang instan, yaitu dari Kolusi dan Nepotisme kelompok tertentu yang memegang kendali kekuasaan lewat Partai Politik (Parpol) penguasa. Lihat saja dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) calon-calon yang ada merupakan wajah-wajah lama, kalau pun ada wajah baru merupakan bagian dari penguasa daerah yang mengemas sedemikian rupa agar kekuasaan itu tetap pada kelompok mereka, demikian juga bagi Pemilu legislatif dimana kekuasaan di lembaga dewan perwakilan rakyat adalah perpanjangan kekuasaan yang sarat kolusi dan nepotisme. Tak heran nama-nama yang maju sebagai calon wakil rakyat/anggota dewan baik DPR RI, DPRD Sulut bahkan DPRD Kabupaten/kota adalah wajah-wajah sarat dengan perpanjangan kekuasaan yang tak pro rakyat.
Pertanyaannya apakah mereka pemimpin dan wakil rakyat yang baik/merakyat dan berjuang bagi kesejahteraan masyarakat ? Tentu tidak, jauh yang namanya merakyat dan hanya memperkaya diri dan kelompok mereka. Sehingga kita masyarakat menengah kebawah jangan mau dibodohi lagi !
Sehingga mari kita masyarakat untuk jeli memilih wakil rakyat yang akan maju dalam Pemilu 2024 nanti, terutama menolak Caleg money politik, Caleg wajah lama maupun Caleg baru yang sarat kolusi dan nepotisme yang hanya mengandalkan politik uang untuk membeli suara pemilih atau suara rakyat.
Saya bagian dari masyarakat menengah kebawah yang mempunyai mimpi besar untuk berjuang bersama rakyat dalam jalur Parpol. Saya katakan, Pemilu dilakukan bukan untuk memilih pemimpin ideal, tapi mencegah orang jahat jadi pemimpin. Pemilu itu harus dilaksanakan bukan karena kita ingin mendapatkan pemimpin yang ideal, baik, tetapi Pemilu dilaksanakan untuk mencegah orang jahat menjadi pemimpin, untuk mencegah orang jahat menjadi wakil rakyat. Hal ini saya kutip dari perkataan Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ adalah seorang imam Katolik, pengajar filsafat, Franz dan Etika Politik.
Kita jangan biarkan orang jahat, tak berhati nurani dan para bandit politik, politisi hitam tetap bisa duduk sebagai wakil rakyat dengan bermodal politik uang atau money politik untuk membeli suara rakyat. Kita lawan semua itu. Mari bersama tegakan keadilan Pemilu, hak masyarakat sebagai pemilih jangan dirampok oleh Caleg hitam dengan politik uang dari Caleg dan Parpol yang menghalalkan segala cara. Tolak money politik atau dan politik sembako dari Caleg Hitam. (***)