Manado, BeritaManado.com – Kebijakan pemerintah dalam melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tengah Covid-19 memiliki banyak konsekuensi.
Salah satunya, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi atau bisa disebut Golput.
Akankah fenomena golput tersebut akan muncul ke permukaan dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 di Sulawesi Utara?
Sebelumnya perlu diketahui, di Bumi Nyiur Melambai ada 8 perhelatan Pilkada yaitu 7 Pilkada Kabupaten/Kota dan satu apemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut.
Menanggapi fenomena itu, dosen dan peneliti kepemiluan Unsrat Ferry Daud Liando menilai, pemilih yang menyatakan golput tidak salah karena dijamin konstitusi.
“Yang salah apabila ada pihak lain yang mengajak orang lain untuk bertindak golput,” ungkapnya kepada BeritaManado.com Senin (28/9/2020).
Dijelaskan Ferry, memilih atau tidak memilih adalah kesadaran masing-masing warga negara, bukan diminta, disuruh atau dipaksa oleh orang lain.
“Jika tak ada satu calon yang memberikan jaminan untuk memperjuangkan kepentingan pemilih maka pemilih itu cenderung tak akan menggunakan haknya untuk memilih,” bebernya.
Lanjut Ferry, pemilih golput sering disebabkan pula oleh trauma yaitu pernah memberikan suara pada pemilu sebelumnya namun calon yang pilihannya tak pernah mewujudkan janji-janjinya sampai periode kepemimpinannya berakhir.
Penyelenggara yang kerap berbuat curang kerap melahirkan catatan buruk bagi pemilih, sebagian besar dari mereka tak bersedia lagi datang ke TPS untuk memilih karena kuatir suaranya akan hilang atau jatuh pada yang tidak berhak.
Menurut Ferry, sepanjang tidak didikte, tidak diintervensi atau tidak dipaksa pihak lain maka tak ada yang perlu disalahkan atas pihak yang tidak menyatakan suaranya pada pencoblosan nanti.
“Jika tidak memilih karena bentuk sikap politik dan kesadaran pribadi maka sikap itu harus dihormati oleh siapapun,” jelasnya.
“Hak politik warga negara dalam Pilkada bukan sekedar hanya untuk mencoblos. Ada hak-hak politik lain sepertinya ikut mengawasi setiap tahapan pilkada, ikut mengawasi, mengikuti kampanye dan mengawasi penghitungan dan rekapitulasi suara,” ujarnya.
Ferry Liando menyebut, keleluasaan masyarakat untuk mendapatkan hak politiknya pasti tidak akan bebas dan tidak optimal karena ketatnya perturan dan adanya ancaman penularannya Covid.
(Nofriandi Van Gobel)