Jakarta, BeritaManado.com — Sekilas antara seorang Fisioterapis dan tukang pijat hampir tidak bisa dibedakan, karena sama-sama menggunakan tangan saat memberikan pelayanan kepada seseorang yang membutuhkan jasanya.
Namun bagi jebolan Universitas De La Salle Manado Ester Lita Maratade Amd.Kes bahwa profesi yang digelutinya jelas berbeda dengan orang-orang yang biasa ditemui di tempat pijat.
Dirinya mengakui bahwa masyarakat sering salah paham tentang pekerjaan seorang Fisioterapis, dimana sering disamakan dengan tikang pijat dan tukang alat.
“Benar bahwa kami bekerja menggunakan tangan dan juga alat. Kami juga memberikan pelayanan, dimana salah satu modalitasnya seperti massage, namun dalam konteks Fisioterapi dengan teknik yang bukan asal-asalan. Namun tidak bisa dipungkiri, dengan adanya anggapan masyarakat tersebut, seorang Fisioterapis tak jarang malu mengakui profesinya,” katanya.
Fisioterapis seharusnya merasa bangga dengan ilmu yang diperoleh melalui proses akademik selama tiga tahun, namun yang membuat harga seorang Fisioterapis itu mahal bukan terletak pada seberapa banyak alat yang digunakan, melainkan pada tangannya sendiri.
“Untuk merubah anggapan tersebut harus diawali dari seorang Fisioterapis itu sendiri, dimana hal tersebut dibutuhkan keberanian untuk melakukan terobosan-terobosan di tengah-tengah masyarakat melalui pekerjaan yang digeluti,” tandasnya.
Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) di tahun 2020 ini mengajak serta menghimbau kepada semua anggota atau Fisioterapis untuk menyatukan pandangan, dimana jantung profesi Fisioterapis adalah “Movement and Function”, maka menggelutinya harus menguasai dengan sangat mendasar tentang ilmu gerak dan fungsi.
Ketua Umum IFI Moh. Ali Imron SMPh, SSos, M.Fis mengatakan bahwa seorang Fisioterapis harus mampu memahami dan menyelesaikan berbagai macam persoalan secara mendasar, bukan hanya secara superficial dan bukan hanya bermain-main di simtom atau gejalanya saja, tidak sekedar tambal sulam serta memenuhi tujuan jangka pendek saja.
“Seorang Fisioterapis membutuhkan hak untuk melakukan assessment dan tidak hanya sekedar melakukan tindakan terapi. Selain itu, semua Fisioterapis juga harus melakukan exercise sebagai jawaban dari kerisauan akan kepunahan profesi di tengah-tengah pesatnya perkembangan teknologi kesehatan dan bertumbuhnya berbagai profesi kesehatan yang saling berpacu. Exercise merupakan daya survive bagi seorang Fisioterapis dan hal itu juga jadi bagian identitas dan ciri dari profesi Fisioterapis yang tak tergantikan,” jelas Ali Imron.
(Frangki Wullur)