Pilar Demokrasi (Program kerjasama Beritamanado dengan KBR68H)
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Masih dalam rangkaian HUT ke-67, kinerja DPR kembali disorot, kali ini terkait prolegnas (program legislasi nasional). Untuk tahun ini saja, sudah puluhan RUU tertunda pengesahannya, sehingga tidak mencapai target. Dari 64 RUU yang masuk prolegnas, baru 13 yang sudah disahkan. Sementara, undang undang yang sudah disahkan, acapkali menuai gugatanke Mahkamah Konstitusi. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pernah mengatakan, terhitung sejak 2003 hingga kini, terdapat 400-an kali uji materi terhadap berbagai produk dari UU tersebut, dan yang dikabulkan sekitar 100 gugatan.
Soal kinerja DPR RI dalam hal legislasi inilah yang menjadi tema perbincangan program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan oleh KBR68H dan Tempo TV. Diskusi kali ini mengundang tiga narasumber, masing-masing Pengamat Tata Negara, Refly Harun (pakar hukum tata-negara), Agun Gunanjar (Ketua Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Golkar) danHamdan Zoelva (hakim Mahkamah Konstitusi).
Agun Gunanjar menyebut, RUU yang sudah diselesaikan umumnya yang berasal dari inisiatif DPR sendiri. Sementarausulan pemerintah memang banyak yang terlambat, semisal UU tentang pemerintahan daerah, UU tentang pemerintahan desa dan UU Pemilukada. Keterlambatan bisa terjadi, salah satu sebabnya menurut Agun, karena organisasi internal DPR yang terlalu gemuk. Seperti jumlah fraksi yang terlalu besar, menjadikan rapat-rapat sering terlambat, dan sulit mencapaikuorum. “Komisi ada 11, alat-alat kelengkapan badan kurang lebih ada 22, perangkapan-perangkapan ini tak bisa dihindari,” tambah Agun.
Menurut Hamdan Zoelva, yang paling sering digugat adalah politik dan ekonomi, itu wajar karena sangat dinamis dan memang kepentingan sangat banyak. Dan UU ekonomi ini khususnya banyak terkait dengan kepentingan rakyat banyak yaitu dalam kaitan dengan pasal 33 tentang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Persoalan di sana terdapat yang paling banyak itu masalah harmonisasi dan konsistensi. Kemudian malah selama saya di sana, saya menemukan banyak juga antara satu dengan UU yang lain itu tidak sinkron.
Refly Harun setiap produk UU memiliki potensi untuk digugat, karena kepentingan banyak dan berbeda-beda. Motif paling umum adalah kepentingan penggugat itu sendiri. Seperti yang kita lihat UU yang langsung berhubungan hajat hidup mereka seperti UU Pemilu, itu sudah jelas cara hitung-hitungannya. “Memang yang harus disoroti, kadang-kadang UU itu dibuat untuk kepentingan sesaat dan sudah tahu kalau ujungnya ini pasti judicial review, tapi tetap dibuat juga,” papar Refly.
Agun Gunanjar berupaya meyakinkan, pada posisi yang sekarang itu DPR tidak hanya mengejar kuantitas tapi kualitas. Salah satu bukti yang diprioritaskan terkait Pemilu 2014, yaitu UU Parpol, UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu Legislatif itu semua sudah tuntas. Kemudia menyangkut KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu), sudah ditandatangani peraturan bersama, dan kode etik. Agun tak lupa menyebut produk lesgilasi yang sudah menggantung selama sembilan tahun, yaitu UU Keistimewaan Yogyakarta, akhirnya selesai juga.
Menurut Refly, wajar kalau UU terkait SDA (sumber daya alam) paling berpotensi menuai gugatan. Menurut Refly, itu pertanda kesadaran masyarakat cukup bagus untuk mempertahankan semangat UUD45 mengenai ekonomi yang berbasis untuk sebesarnya kemakmuran rakyat. “Paling tidak ada tiga UU yang dibatalkan, hampir secara keseluruhan mengenai ekonomi, yaitu UU Ketenagalistrikan, UU Sumber Daya Air, dan UU mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” imbuh Refly. (*/oke)
Pilar Demokrasi (Program kerjasama Beritamanado dengan KBR68H)
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Masih dalam rangkaian HUT ke-67, kinerja DPR kembali disorot, kali ini terkait prolegnas (program legislasi nasional). Untuk tahun ini saja, sudah puluhan RUU tertunda pengesahannya, sehingga tidak mencapai target. Dari 64 RUU yang masuk prolegnas, baru 13 yang sudah disahkan. Sementara, undang undang yang sudah disahkan, acapkali menuai gugatanke Mahkamah Konstitusi. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pernah mengatakan, terhitung sejak 2003 hingga kini, terdapat 400-an kali uji materi terhadap berbagai produk dari UU tersebut, dan yang dikabulkan sekitar 100 gugatan.
Soal kinerja DPR RI dalam hal legislasi inilah yang menjadi tema perbincangan program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan oleh KBR68H dan Tempo TV. Diskusi kali ini mengundang tiga narasumber, masing-masing Pengamat Tata Negara, Refly Harun (pakar hukum tata-negara), Agun Gunanjar (Ketua Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Golkar) danHamdan Zoelva (hakim Mahkamah Konstitusi).
Agun Gunanjar menyebut, RUU yang sudah diselesaikan umumnya yang berasal dari inisiatif DPR sendiri. Sementarausulan pemerintah memang banyak yang terlambat, semisal UU tentang pemerintahan daerah, UU tentang pemerintahan desa dan UU Pemilukada. Keterlambatan bisa terjadi, salah satu sebabnya menurut Agun, karena organisasi internal DPR yang terlalu gemuk. Seperti jumlah fraksi yang terlalu besar, menjadikan rapat-rapat sering terlambat, dan sulit mencapaikuorum. “Komisi ada 11, alat-alat kelengkapan badan kurang lebih ada 22, perangkapan-perangkapan ini tak bisa dihindari,” tambah Agun.
Menurut Hamdan Zoelva, yang paling sering digugat adalah politik dan ekonomi, itu wajar karena sangat dinamis dan memang kepentingan sangat banyak. Dan UU ekonomi ini khususnya banyak terkait dengan kepentingan rakyat banyak yaitu dalam kaitan dengan pasal 33 tentang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Persoalan di sana terdapat yang paling banyak itu masalah harmonisasi dan konsistensi. Kemudian malah selama saya di sana, saya menemukan banyak juga antara satu dengan UU yang lain itu tidak sinkron.
Refly Harun setiap produk UU memiliki potensi untuk digugat, karena kepentingan banyak dan berbeda-beda. Motif paling umum adalah kepentingan penggugat itu sendiri. Seperti yang kita lihat UU yang langsung berhubungan hajat hidup mereka seperti UU Pemilu, itu sudah jelas cara hitung-hitungannya. “Memang yang harus disoroti, kadang-kadang UU itu dibuat untuk kepentingan sesaat dan sudah tahu kalau ujungnya ini pasti judicial review, tapi tetap dibuat juga,” papar Refly.
Agun Gunanjar berupaya meyakinkan, pada posisi yang sekarang itu DPR tidak hanya mengejar kuantitas tapi kualitas. Salah satu bukti yang diprioritaskan terkait Pemilu 2014, yaitu UU Parpol, UU Penyelenggara Pemilu, UU Pemilu Legislatif itu semua sudah tuntas. Kemudia menyangkut KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu), sudah ditandatangani peraturan bersama, dan kode etik. Agun tak lupa menyebut produk lesgilasi yang sudah menggantung selama sembilan tahun, yaitu UU Keistimewaan Yogyakarta, akhirnya selesai juga.
Menurut Refly, wajar kalau UU terkait SDA (sumber daya alam) paling berpotensi menuai gugatan. Menurut Refly, itu pertanda kesadaran masyarakat cukup bagus untuk mempertahankan semangat UUD45 mengenai ekonomi yang berbasis untuk sebesarnya kemakmuran rakyat. “Paling tidak ada tiga UU yang dibatalkan, hampir secara keseluruhan mengenai ekonomi, yaitu UU Ketenagalistrikan, UU Sumber Daya Air, dan UU mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” imbuh Refly. (*/oke)