Belum usai kisah hangar-bingar UKIT, muncul lagi kabar baru yang akhir-akhir ini merebak di kalangan warga GMIM. Berita ini menjadi salah satu topik menarik yang menjadi buah bibir warga jemaat. Konon kabarnya, gedung Auditorium Bukit Inspirasi direhabilitasi oleh pihak ketiga dengan konsesi pengelolaan beberapa tahun ke depan diimbuhi pendekatan bisnis.
Menurut info yang belum terlalu layak dipercaya, auditorium ini akan dijadikan rumah makan. Gosip yang lain menuturkan, auditorium akan dibisniskan untuk tempat konverensi. Entah mana yang benar, pokoknya gedung ini katanya akan beralih fungsi.
Percaya atau tidak, pada akhir tahun 70-an dan awal 80-an untuk kawasan Indonesia timur, gedung ini yang paling megah di masa itu. Bukit yang hampir mustahil dibenahi, puncaknya diratakan. Motivasi luar biasa menyeruak di dada warga GMIM. Ribuan pasang tangan jemaat yang ditopang oleh sepasang kaki, lengkap dengan mata warga yang berbinar-binar, bahu-membahu menyusun satu persatu batu, pasir dan adukan semen.
Batu demi batu yang didatangkan dari hampir semua penjuru tanah Minahasa, di susun dengan semangat mapalus, maka jadilah puluhan anak tangga yang memungkinkan ribuan jemaat dengan mudah mencapai aula besar yang menjadi kebanggaan kita semua.
Batu, pasir dan manusia GMIM bercampur-baur di bak-bak truk, dengan mesin meraung-raung menuju bukit kebanggaan. Tidak ada yang mengeluh. Semua peluh dan kelelahan seakan sirna manakala ribuan warga gereja dari semua penjuru angin, datang menghadiri Sidang DGI tahun 1980 di Tomohon dan Manado.
Bukit inspirasi dengan Auditorium megah ini menjadi saksi kebesaran semangat mapalus warga. Sekaligus membuktikan bahwa motivasi yang tulus dari dalam tubuh yang renta sekalipun, mampu membangun apa saja. Pdt. Rein M. Luntungan salah seorang pemrakarsa pembangunan adalah motivator ulung yang tidak sempat menyaksikan kemegahan gedung ini.
Prof Dr Donald West mengumpamakan Pdt RM Luntungan sebagai ‘seorang perawat yang merawat bayi kecil GMIM dan hendak membesarkannya, sesudah pelayanan kebidanan Ds. Wenas.’ Menurut Pdt. Luntungan, masa depan yang cerah bagi GMIM berdasar theologi pembangunan dan pembaharuan yang menekankan kesukacitaan dalam mengabdi selaku pemimpin sekaligus gembala bagi GMIM.
Di usia berlian 75 tahun bersinode, jangan lagi kita terkejut oleh berita seputar kinerja ‘top eksekutif GMIM’ saat ini. Bila terlalu banyak kejutan, warga jemaat bisa jantungan. Mari songsong periode baru dengan pemimpin yang tidak mengejutkan, tapi kinerjanya masehi dan injili.
John Karl Barth Damongilala
Kolom 26 GMIM Imanuel Bahu
16 Juni 2009 (HUT 81 GMIM Bahu)