Bitung – Badan Konserfasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut dinilai terlalu arogan dalam menghadapi aski pendudukan lahan di TWA Batuputih oleh warga. Pasalnya, BKSDA Sulut menggunakan aparat kepolisian untuk menangkap dan menahan 17 orang warga tanpa mau menempuh jalan musayawarah.
“BKSDA Sulut terlalu arogan, jangan mentang-mentang menjadi pengelola TWA lalu menyepelekan aspirasi warga yang notabene untuk memperjuangkan lingkungan,” kata personil LSM Pasela, Samsi Hima, Jumat (7/2/2014).
Hima mengatakan, cara-cara yang digunakan BKSDA Sulut adalah gaya orde baru. Siapa menentang disikat dengan aparat. “Masyarakat kan tujuannya mulia yakni meminta agar proyek pembangunan dihentikan dan ditinjau kembali karena ada puluhan pohon yang telah ditumbangkan oleh kontraktor,” katanya.
Tapi kata dia, BKSDA Sulut malah menilai aksi warga menolak proyek pembangunan jalan sebagai hambatan dan membenturkan warga dengan aparat kepolisian. “BKSDA Sulut terlalu berpikir sempit, lebih mementingkan proyek jalan daripada aspirasi warga yang ingin menjaga kelestarian hutan,” katanya.
Ditanya soal aksi pendudukan lahan seluas 3 hektar lebih, Hima menilai itu imbas dari aspirasi warga yang tak mendapat dari BKSDA Sulut dan pemerintah. “Mereka itu sudah frustasi karena tidak tahu harus mengadu kemana sehingga nekat menduduki lahan agar proyek pembangunan jalan dihentikan,” katanya.
Hima berharap, pemerintah dalam hal ini Pemkot dan DPRD turun tangan melakukan mediasi, jangan hanya tianggal diam karena 17 orang warga Batuputih adalah warga Kota Bitung yang berjuang menyelamatkan lingkungan.
“Kasihan masyarakat Batuputih yang perjuangannya mejaga kelestarian hutan TWA Batuputih malah ditangkap,” katanya.
Sementara itu, dari informasi, 17 orang Batuputih yang diamankan Kamis (6/2/2013) pagi dan sore masih menjalani penahanan di Polres Bitung atas dugaan perambahan kawasan TWA Batuputih.(abinenobm)