Catatan: Teddy Tandaju, SE., MBA (Adv.)
Certified Business Coach
Dosen Fak. Ekonomi & Bisnis, Unika De La Salle Manado
DALAM suatu percakapan casual makan siang dengan sesama rekan dosen, saya larut dalam diskusi tentang bagaimana suatu institusi or lembaga bisnis harusnya lebih jauh mempromosikan ‘diri’ dalam meningkatkan jumlah target pelanggannya.
Saya pun kembali teringat bahwa saya pernah membahas tentang fungsi ‘tenaga dalam’, saat membawakan pelatihan Sales Force beberapa waktu lalu, yang seharusnya diberdayakan oleh suatu institusi guna meningkatkan Sales Volume-nya.
Kata tenaga dalam tentu memiliki arti khusus bagi yang pernah melihat bagaimana seseorang memperagakan kekuatan yang tersimpan itu.
Seringkali saya melihat cuplikan video ataupun berita yang mempertunjukkan bagaimana kekuatan tenaga dalam dari seseorang dapat menghancurkan benda ataupun melindungi diri dari pukulan atau serangan orang lain.
Hal yang sama dapat kita lihat dalam film-film laga saat sang ‘jagoan’ menggunakan tenaga dalam selama pertarungan dimana lawan pasti terpental jatuh.
Walaupun saya tidak pernah membuktikan sendiri apabila saya punya tenaga dalam tapi setidaknya saya dapat merasakan bahwa tenaga dalam dimiliki oleh setiap orang.
Contohnya saat saya dikejar anjing waktu remaja dulu, saya dapat berlari lebih cepat dan bahkan melompat pagar yang tidak pernah dapat saya lampaui dalam keadaan normal (dalam keadaan biasa saja, tidak dibawah tekanan).
Tenaga dalam saya muncul disaat dalam keadaan panik ataupun terdesak.
Pasti hal yang sama berlaku juga bagi orang lain.
Dalam pembahasan ini, tenaga dalam yang saya maksud bukanlah sebenarnya kekuatan yang datang dari tubuh kita.
Tetapi kekuatan yang berasal dan ada hubungannya dengan suatu organisasi.
Mengapa organisasi harus memiliki ‘tenaga dalam’ juga? Tenaga dalam yang saya maksud adalah suatu bentuk ‘cohesiveness & togetherness’ (kekompakkan & kebersamaan) dari seluruh karyawan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
Suatu organisasi akan sangat kesulitan dalam mencapai tujuan jika kekuatan ‘tenaga dalam’ itu tidak dikerahkan semaksimal mungkin serta didukung oleh suatu kebersamaan dan sinergitas yang solid.
‘It is very difficult to reach our goal when not all support our vision (anonymous)’, demikian ungkap suatu kalimat motivasi.
Dan hal ini sangatlah benar karena jika dalam suatu perusahaan/organisasi tidak semuanya memiliki komitmen dan visi yang sama; sudah pasti perjalanan perusahaan/organisasi akan berliku-liku.
Mari kita lihat dalam hubungan dengan keberadaan perusahaan/organisasi.
Beragam perusahaan yang berorientasi pada ‘profit’ telah mencanangkan pencapaian target penjualan.
Target yang ditentukan sering tidak tercapai meskipun strategi promosi telah dijalankan.
Sangat jelas bahwa strategi promosi efektif pasti dapat mendukung tercapainya target yang diharapkan.
Namun, ada satu hal yang mungkin tidak diberdayakan perusahaan tersebut, yakni kekuatan dari dalam yang merupakan strategi promosi ter-effektif sepanjang pengetahuan saya.
Apa itu ‘tenaga dalam’ organisasi? Dapat saya uraikan disini, ‘tenaga dalam’ organisasi adalah kekompakan dan motivasi dari dalam organisasi itu sendiri.
Semua anggota organisasi harus memiliki kekompakan dalam menjalankan visi dan misi.
Tidak boleh ada yang berubah haluan atau hanya berdiam diri saja.
Seluruh anggota harus bergerak ke arah yang sama dan memiliki motivasi bersama untuk memajukan organisasi tersebut.
Tidak ada orang yang lebih efektif sebagai promotor perusahaan selain karyawan (orang dalam) kita sendiri.
Seharusnya karyawan sendiri yang berjuang mati-matian untuk kesuksesan serta kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Hal ini sering saya ungkapkan pada berbagai kesempatan seminar motivasi dan pengembangan sumber daya manusia di berbagai instansi.
‘Tenaga dalam’ yang paling berpotensi dan sangat akurat dalam membangun perusahaan adalah ‘orang dalam’.
Namun demikian, kita harus menyadari bahwa ‘tenaga dalam’ ini dapat juga menjadi suatu ancaman terbesar bagi ‘kelangsungan hidup’ perusahaan.
Kenapa saya utarakan demikian? Karena kekuatan tenaga dalam karyawan bisa disalah-gunakan dan malah menjadi bumerang (senjata makan tuan) bagi kelangsungan hidup bisnis kita.
Dengan kata lain, tenaga dalam karyawan dapat mematikan bisnis yang sedang dijalankan.
Banyak bisnis yang baru berkembang maupun sudah dalam posisi stabil harus gulung tikar alias bangkrut bukan disebabkan oleh ketatnya persaingan atau strategi promosi yang tidak tepat.
Seluruhnya disebabkan oleh sikap dan kinerja ‘tenaga dalam’ kita.
Kebangkrutan yang disebabkan dari ‘tenaga dalam’ dapat berasal dari berbagai tipe karyawan yang ada di dalam perusahan tersebut.
Pertama, karyawan tidak merasa menjadi bagian atau terintegrasi dengan perusahaan.
Kedua, karyawan tidak memiliki motivasi untuk turut menjaga dan ‘memupuk’ organisasi dimana dia ‘hidup dan bertumbuh’.
Istilahnya karyawan tidak memiliki ‘sense of belonging’.
Ketiga, keberadaan karyawan tidak memberi nilai tambah pada perusahaan.
Dengan kata lain, karyawan tidak pernah mau ‘walk extra miles’. Mereka hanya terpaku pada ‘comfort zone’ sehingga keberadaan ataupun ketidakberadaan mereka tidak memiliki pengaruh signifikan dalam ‘daily operation’ perusahaan/organisasi tersebut.
Keempat, tipe karyawan yang tidak memiliki inovasi dan kreatifitas.
Karyawan tipe ini bertingkah mengikuti hukum ‘paku dan palu’. Artinya, hanya mau bergerak jika diperintah saja.
Tidak memiliki sikap proaktif dan inisiatif dan selalu kaku. Paku akan jalan jika dipukulkan dengan palu.
Dan tipe terakhir yang terparah adalah karyawan yang mengambil keuntungan dari perusahan.
Dalam artian, karyawan tipe ini menunggangi perusahan sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Bisnis di atas bisnis.
Oleh karenanya, fenomena ‘tenaga dalam’ harus terus diobservasi dan dievaluasi tinggi rendahnya kekuatan yang dimiliki agar langkah konstruktif dapat langsung diambil serta dilakukan perbaikan sebelum ‘tenaga dalam’ ini akan menjadi ancaman.
Sebagai kesimpulan yang dapat ditarik dalam uraian diatas: ‘tenaga dalam’ sudah pasti dapat menghidupkan perusahaan dan mendorong tercapainya visi dan misi dikarenakan ‘tenaga dalam’ merupakan pelaku utama yang mengenal jenis produk/jasa yang ditawarkan perusahaan.
Pelaku bisnis maupun pengurus perusahaan harus mampu melihat ‘tenaga dalam’ ini sebagai suatu senjata pamungkas yang menjadi andalan saat bisnis dijalankan.
Intinya, ‘tenaga dalam’ harus dibina, dilatih, diarahkan, diluruskan dan digunakan secara tepat dalam mengembangkan bisnis agar menjadi suatu kekuatan yang dapat diandalkan dalam persaingan bisnis.
Singapore Airlines sangat menyadari pentingya kekuatan ‘tenaga dalam’ khususnya yang berasal dari para awak cabinnya.
Hal ini-lah yang menjadikan perusahaan penerbangan ini diakui dunia dan selalu diingat oleh para customers.
Setiap crew memiliki keramah-tamahan luar biasa serta perhatian yang tulus dan melebihi dari apa yang diharapkan customer.
Kekuatan ‘tenaga dalam’ Singapore airlines harus dicontohi oleh pelaku bisnis lainnya. Begitu kuatnya pengaruh ‘tenaga dalam’ itu sehingga penumpang Singapore Airline sambung menyambung menebarkan ‘powerful word-of-mouth’.
Apa hasilnya? Kesuksesan, reputasi, dan keuntungan bisnis akan terus terjaga dan meningkat. Untuk itu, marilah kita terus membangun dan memelihara ‘tenaga dalam’ organisasi kita agar menjadi kekuatan ‘super’ yang mampu menunjukkan eksistensi bisnis dari organisasi dimana kita berada dan berkarya.(***)