Helmen bersama puluhan nelayan asal Filipina saat diamankan
Bitung – Sistem pengawasan Warga Negara Asing (WNA) di Kota Bitung benar-benar memprihatinkan. Para WNA begitu mudah masuk atau keluar hingga menetap di Kota Bitung tanpa terdeteksi sama sekali.
Ironinya, selain leluasa masuk keluar dan menetap di Kota Bitung, para WNA ini juga begitu mudahnya mendapatkan surat administrasi kependudukan seperti surat keterangan domisili hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Salah satu contoh, Helmen Emelia (23) WNA asal Filipina yang mengaku pernah tinggal di wilayah Girian beberapa tahun dan sempat mengurus KTP.
“Saya datang dan tinggal di Girian untuk belajar bahasa Indonesia,” kata pemuda asal Mindanau Filipina ini.
Setelah lancar berbahasa Indonesia, Helmen mengaku kembali ke Mindanau dan menjadi salah satu crue kapal pamboat yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.
“Setiap ada patroli kapal Indonesia, saya yang menghadapi karena bahasa Indonesia saya lancar dan petugas menganggap kami benar-benar nelayan Indonesia,” katanya.
Ia juga mengaku, hasil tangkapan di laut Indonesia mereka bawa ke Mindanau atau General Santos. Bahkan terkadang dijual ke sejumlah perusahaan di Kota Bitung, tergantung harga dan keperluan.
“Kalau harga di Kota Bitung bagus, ikan kami bawa ke Kota Bitung serta jika kebetulan ada keperluan di Kota Bitung kami bebas masuk. Tapi lebih banyak hasil tangkapan dibawa ke Filipina,” katanya.
Menariknya, pemuda yang berhasil diamankan KRI Slamet Riyadi 352 ini bersama 25 WNA Filipina di laut Sulawesi mengaku, tahun lalu ia sempat kembali ke Kota Bitung untuk jalan-jalan. Dan akhir tahun 2015 ia kembali ke Mindanau menggunakan kapal penumpang.
“Kalau bukan kapal penumpang, saya biasa datang dan pulang menumpang kapal ikan yang kebetulan akan ke Filipina membawa ikan atau kembali dari Filipina mengantar ikan,” katanya.(abinenobm)
Helmen bersama puluhan nelayan asal Filipina saat diamankan
Bitung – Sistem pengawasan Warga Negara Asing (WNA) di Kota Bitung benar-benar memprihatinkan. Para WNA begitu mudah masuk atau keluar hingga menetap di Kota Bitung tanpa terdeteksi sama sekali.
Ironinya, selain leluasa masuk keluar dan menetap di Kota Bitung, para WNA ini juga begitu mudahnya mendapatkan surat administrasi kependudukan seperti surat keterangan domisili hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Salah satu contoh, Helmen Emelia (23) WNA asal Filipina yang mengaku pernah tinggal di wilayah Girian beberapa tahun dan sempat mengurus KTP.
“Saya datang dan tinggal di Girian untuk belajar bahasa Indonesia,” kata pemuda asal Mindanau Filipina ini.
Setelah lancar berbahasa Indonesia, Helmen mengaku kembali ke Mindanau dan menjadi salah satu crue kapal pamboat yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.
“Setiap ada patroli kapal Indonesia, saya yang menghadapi karena bahasa Indonesia saya lancar dan petugas menganggap kami benar-benar nelayan Indonesia,” katanya.
Ia juga mengaku, hasil tangkapan di laut Indonesia mereka bawa ke Mindanau atau General Santos. Bahkan terkadang dijual ke sejumlah perusahaan di Kota Bitung, tergantung harga dan keperluan.
“Kalau harga di Kota Bitung bagus, ikan kami bawa ke Kota Bitung serta jika kebetulan ada keperluan di Kota Bitung kami bebas masuk. Tapi lebih banyak hasil tangkapan dibawa ke Filipina,” katanya.
Menariknya, pemuda yang berhasil diamankan KRI Slamet Riyadi 352 ini bersama 25 WNA Filipina di laut Sulawesi mengaku, tahun lalu ia sempat kembali ke Kota Bitung untuk jalan-jalan. Dan akhir tahun 2015 ia kembali ke Mindanau menggunakan kapal penumpang.
“Kalau bukan kapal penumpang, saya biasa datang dan pulang menumpang kapal ikan yang kebetulan akan ke Filipina membawa ikan atau kembali dari Filipina mengantar ikan,” katanya.(abinenobm)