Manado — Bertebarnya baliho politik tidak akan menjamin seorang figur memperoleh elektabalitas tinggi untuk dipilih menjadi presiden dan wakil presiden, karena perilaku pemilih tidak melihat populeritas seseorang lewat balihonya.
Hal ini ditegaskan pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando kepada Beritamanado.com, lewat komunikasi Whatsapp, Selasa (13/7/2021) ketika dimintai tanggapannya dengan bertebarnya baliho raksasa elite partai politik nasional di kota-kota besar di Indonesia menyambut hajatan politik nasional 2024.
Pengamatan Beritamanado.com, baliho beberapa elite partai politik sudah bertebaran di berbagai kota untuk menyambut hajatan politik nasional 2024.
Baliho itu misalnya Airlangga Hartarto dari Partai Golkar, Prabowo Subianto dari Partai Gerindra, dan Puan Maharani dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Menurut Ferry, baliho hanya sebatas upaya mendorong seorang figur agar dikenal publik.
Dalam hal perilaku pemilih, orang yang dikenal belum tentu populer, dan orang yang populer belum tentu mendapat elektabilitas tinggi.
“Untuk memopulerkan diri sangat mudah sekarang ini. Dengan hanya menjadi orang yang kontroversial, dengan mudah namanya melejit,” kata Ferry Liando.
Namun, katanya, meski namanya melejit, belum tentu yang bersangkutan diterima publik.
Oleh karena itu, tambahnya, bagaimana menghubungkan antara populeritas dan elektabilitas.
“Yang harus dijalankan oleh elite politik adalah gerekan menyentuh tanah,” kata Ferry.
Di sini berarti, katanya, meski elite rajin memasang baliho diri mereka, tetapi jika reputasi dalam membantu kepentingan rakyat tidak dijalankan maka mereka tidak akan laku.
Ferry kemudian mengambil contoh sosok Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia sekarang ini. Pada waktu sebelum menjadi calon presiden, Joko Widodo jarang sekali memasang baliho.
Tetapi, katanya, Joko Widodo membuat terobosan baru yang memiliki nilai dan berdampak signifikan terhadap kepentingan publik.
Dengan begitu, ujarnya, nama Joko Widodo menjadi populer dengan sendirinya.
Inilah yang kemudian mengerek naik elektabilitas Joko Widodo.
“Elite politik wajib ‘membesarkan nama’, tapi janganlah nama itu dibesarkan-besarkan sebatas baliho, nama besarnya harusnya diperoleh lewat prestasi dan dedikasi!” kata Ferry menutup komentarnya.
(rds)