Manado – Menanggapi sejumlah persoalan pada proses pembagian BLSM, Audy Lieke anggota DPRD kota Manado mengaku prihatin dengan keadaan yang ada.
Selain angkanya kecil, masyarakat mengantri hingga pinsan dan bantuan BLSM hanyalah solusi singkat yang tidak mempertimbangkan ekonomi secara keseluruhan dimana hutang negara Indonesia akan selalu ada bahkan akan selalu membengkak. Ini merupakan bom waktu yang ditakutkan seperti terjadi pada negara Yunani.
“Saya sangat prihatin dengan keadaan ini. Masyarakat mulai dari nenek, kakek sampai yang muda berbondong bondong di terik matahari mengantri bahkan sampai ada yang pingsan. Karena jadwal pembagian yang sudah ditetapkan sering kali salah pelaksanaanya, entah apa disengaja atau bukan tapi perlu ditelusuri kebenarannya dan system pembagian serta transparansi keuangan pun perlu diawasi,” tutur Lieke.
Ketua DPD Tunas Indonesia Raya (Tidar) Sulut ini berharap seluruh masyarakat perekonomian rendah tetap mendapatkan perhatian dan dihargai oleh pemerintah pusat dan daerah, bukan lagi pada zaman penjajaha yang pada akhirnya tercermin pemerintah menjajah rakyatnya sendiri.
“Kami menginginkan rakyat Indonesia berdiri tegak dan dihargai harkat dan martabatnya serta dijunjung tinggi kebebasan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, bukan dengan kondisi yang sangat memperhatinkan seperti ini dimana saya dengan samar-samar mengambarkan keadaan ini seperti jaman Indonesia dijajah oleh para penjajah Belanda dan Jepang,” tegasnya.
Lieke kembali menegaskan bahwa, suara rakyat dimana rakyat berteriak – teriak agar BBM tidak dinaikan malah tidak didengar oleh para wakil rakyat yang duduk di parlemen.
“Apalah arti Rp.150,000 pada saat ini?. Apalah arti Rp. 150,000 pada saat terjadi inflasi ekonomi? Itu hanya akan mampu bertahan maksimum selama beberapa hari tergantung dengan seberapa besar anggota keluarga penerima BLSM itu sendiri,” tuturnya.(eka)