Manado – Akhir-akhir ini berbagai media diskusi-diskusi secara formal oleh organisasi jalanan sampai dengan organisasi formal bahkan kalangan akademisi di perguruang tinggi lebih banyak berkutat pada tingginya anggaran politik baik dalam pemilihan bupati/walikota, gubernur, legislatif sampai dengan pemilihan umum president.
Terkait dengan hal tersebut pakar komunikasi politik Fisip Unsrat, Max Rembang mencoba mengungkap latar belakang terkait dengan mengapa sampai anggaran dalam sebuah momentum politik melambung tinggi seperti itu.
“Banyak faktor yang mempengaruhi sehingga sebuah hajatan politik mempunyai harga yang lumayan mahal. Namun faktor yang paling dominan yaitu menyangkut dengan kematangan dari pemahaman seluruh entitas masyarakat tentang pendidikan politik itu sendiri. Memang perlu diakui bahwa saat ini sistem demokrasi yang dianut bangsa kita masih terbilang berusia dini dibandingkan dengan negara-negara penganut demokrasi lainnya,” kata mahasiswa Program Doktor di Universitas Padjadjara ini.
“Mentalitas yang hanya dilandaskan dengan pemahaman sektarian menyangkut ilmu politik akan memberikan dampak yang negatif tentang keberadaan sistem politik negara kita. Artinya ketika pengagregasian kewenangan politik tidak dipandang lagi sebagai sebuah rentetan, cara serta perlakuan untuk mensejakterakan rakyat maka disitulah dikotomi pemaknaan tentang politik itu akan bergeser,” lagi jelasnya.
“Kondisi inilah yang membuat biaya politik dalam sebuah hajatan perpolitikan tanah air dieksekusi dengan harga yang mahal yang bisa saja berdampak bagi seorang politisi handal yang cerdas dan konsisten tidak memenangkan hajatan hanya karena tidak memiliki anggaran politik yang memadai dan jika hal ini terjadi maka potensi yang terjadi adalah poltik kekuasaan dan politik uang (money politic),” tutup mantan Pembantu Dekan Bidang Akademik FISIP Unsrat ini.(fiko)