Analisis Dampak Lingkungan Pembangunan Bandar Udara Sitaro Dibahas
Manado – Dinas Perhubungan Informatika dan Komunikasi pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) rencananya akan melakukan pembangunan bandar udara di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro Provinsi Sulawesi Utara. Untuk itu Pemerintah Kabupaten langsung mengadakan rapat dengan BLH Provinsi membahas mengenai kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (KA-ANDAL) pembangunan Bandar Udara tersebut.
Kepala BLH Provinsi Olvie Ateng menjelaskan “Kabupaten Sitaro rencananya akan melakukan pembangunan bandar udara berdasarkan ketentuaan yang berlakukan wajib amdal, pada saat ini kenapa dibahas Provinsi seharusnya kan di Kabupaten karna Kabupaten belum memiliki Komisi Penilai Amdal sehinggah merupakan kewenangan Provinsi untuk membahasnya, tapi ini baru tahap awal inikan baru kerangka acuan sebagaimana kita menentukan apa-apa yang akan dikaji nanti oleh konsultan pada saat dia melakukan penyusunan Andal RKSPA”.
Ia menambahkan “pada saat pembahasan nanti untuk Andal RKSPA itu akan dilaksanakan dilokasi, mengenai peninjauan tergantung dari penyusunan dokumen setelah kerangka acuan disepakati, diperbaiki kemudian konsultan menyusun kurang lebih satu dua bulan kemudian diajukan ke kita lagi dan kita akan tentukan jadwal, yang pertama lahan harus hati-hati karna ada sebagian tanah milik masyarakat dan sebagian lagi tanah milik negara jadi harus jelas milik dari masyarakat berapa, supaya betul-betul dikelolah dari awal supaya tidak ada masalah yang dapat menghambat pembangunan” Ujar Ateng
Untuk itu Ateng mengatakan dari masalah teknis dimana adanya mata air diatasnya nanti dikaji apakah dia akan menggunakan air tanah atau sumur bor dampaknya ini akan dilihat pada dokumen Amdal.
Ateng mengharapkan pembangunan bandara di Siau Timur Selatan dan Siau Barat Selatan harus sesuai Kepmen LH 11 dimana Bandar udara wajib Amdal. “Masuk disitu kita lihat lahan tata ruang oke tidak, setelah itu dimuat dalam RTRW setelah selesai masuklah kajian lingkungan dan masih panjang lagi termasuk ijin-ijin lain” tutur Ateng. (jrp)
Analisis Dampak Lingkungan Pembangunan Bandar Udara Sitaro Dibahas
Manado – Dinas Perhubungan Informatika dan Komunikasi pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) rencananya akan melakukan pembangunan bandar udara di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro Provinsi Sulawesi Utara. Untuk itu Pemerintah Kabupaten langsung mengadakan rapat dengan BLH Provinsi membahas mengenai kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (KA-ANDAL) pembangunan Bandar Udara tersebut.
Kepala BLH Provinsi Olvie Ateng menjelaskan “Kabupaten Sitaro rencananya akan melakukan pembangunan bandar udara berdasarkan ketentuaan yang berlakukan wajib amdal, pada saat ini kenapa dibahas Provinsi seharusnya kan di Kabupaten karna Kabupaten belum memiliki Komisi Penilai Amdal sehinggah merupakan kewenangan Provinsi untuk membahasnya, tapi ini baru tahap awal inikan baru kerangka acuan sebagaimana kita menentukan apa-apa yang akan dikaji nanti oleh konsultan pada saat dia melakukan penyusunan Andal RKSPA”.
Ia menambahkan “pada saat pembahasan nanti untuk Andal RKSPA itu akan dilaksanakan dilokasi, mengenai peninjauan tergantung dari penyusunan dokumen setelah kerangka acuan disepakati, diperbaiki kemudian konsultan menyusun kurang lebih satu dua bulan kemudian diajukan ke kita lagi dan kita akan tentukan jadwal, yang pertama lahan harus hati-hati karna ada sebagian tanah milik masyarakat dan sebagian lagi tanah milik negara jadi harus jelas milik dari masyarakat berapa, supaya betul-betul dikelolah dari awal supaya tidak ada masalah yang dapat menghambat pembangunan” Ujar Ateng
Untuk itu Ateng mengatakan dari masalah teknis dimana adanya mata air diatasnya nanti dikaji apakah dia akan menggunakan air tanah atau sumur bor dampaknya ini akan dilihat pada dokumen Amdal.
Ateng mengharapkan pembangunan bandara di Siau Timur Selatan dan Siau Barat Selatan harus sesuai Kepmen LH 11 dimana Bandar udara wajib Amdal. “Masuk disitu kita lihat lahan tata ruang oke tidak, setelah itu dimuat dalam RTRW setelah selesai masuklah kajian lingkungan dan masih panjang lagi termasuk ijin-ijin lain” tutur Ateng. (jrp)