“Darmaning satriya tama, yen wis labuh praja tan ngetung pager ludira”
(Demikianlah darma seorang kesatria utama, tak menghiraukan darahnya yang tumpah untuk melindungi negara)
Menjelang peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76 sebagai seorang geologist saya mengawali tulisan saya dengan mengenang Arie Frederick Lasut, Pahlawan Kemerdekaan yang adalah juga seorang geologist.
Arie Lasut lahir di Kapataran, 6 Juli 1918. Ia gugur di Yogyakarta (pada waktu itu Ibu Kota Indonesia) tanggal 7 Mei 1949 setelah ditembak oleh tentara Belanda di daerah Pakem. Jasadnya dibuang di Jalan Kaliurang.
Beberapa bulan kemudian ia dimakamkan ulang dengan upacara kenegaraan di Makam Kristen Kintelan, Yogyakarta.
Arie Lasut adalah salah satu geologist pertama Indonesia dan perintis pendidikan geologi untuk bumiputera. Banyak orang mengira Arie gugur dalam pertempuran.
Tetapi sebenarnya ia dibunuh karena ia melindungi data kekayaan tambang Indonesia dari incaran Belanda yang datang kembali dengan membonceng pasukan sekutu.
Sebagai Kepala Jawatan Tambang dan Geologi Arie Lasut selalu menolak bekerjasama dengan penjajah yang hanya akan mengeruk kekayaan Bumi Indonesia.
Geguritan Jawa yang saya tulis di atas adalah untuk menggambarkan kesetiaan putra Minahasa itu kepada negara.
Setelah dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan pada tanggal 20 Mei 1969, namanya kemudian diabadikan di banyak tempat di Indonesia. Di Sulawesi Utara nama Arie Lasut dipakai untuk menamai ruang rapat, jalan, stadion olah raga, dan baru-baru ini, gedung rehabilitasi pecandu narkoba.
Belasan tahun lalu ketika saya mulai meneliti geologi Sulawesi Utara, saya melihat ada cara untuk mematrikan kepahlawanan Arie Lasut dalam jiwa putra-putri Bumi Nyiur Melambai ini. Yaitu, dengan memberi mereka bekal wawasan kebumian, atau lebih tepatnya wawasan kegeologian.
Dengan wawasan kegeologian, apalagi yang khas tentang daerah tempat tinggal siswa, siswa bisa paham, tidak asing, dan mencintai elemen-elemen geologi di sekitarnya. Mereka juga akan terinspirasi untuk membangun dengan berdasarkan pemahaman tentang kondisi bumi tanah kelahirannya.
Proses-proses geologi yang membentuk Sulawesi Utara menjadikannya kaya akan sumber daya geologi seperti pemandangan yang indah, air yang melimpah, tanah dan laut yang subur, mineral dan bahan-bahan tambang, serta energi panas bumi.
Sulawesi utara juga sering menghadapi bencana, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, dan banjir, serta rentan terdampak perubahan iklim. Terjadi juga kerusakan lingkungan karena perilaku keseharian maupun pengelolaan sumber daya alam yang kurang berwawasan kelestarian.
Oleh sebab itu, harus ada upaya mencerdaskan seluruh lapisan masyarakat dengan wawasan kebumian.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014, mulok adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.
Mulok diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk mengenal dan mencintai lingkungan, serta melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Pada rentang tahun 2015 – 2018 Universitas Gadjah Mada melalui Program Pengabdian Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia, secara khusus menyusun Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) yang mencerminkan kondisi geologi Sulawesi Utara untuk siswa-siswa SLTA.
Salah satu fokusnya pada saat itu adalah adalah Panas Bumi, mengingat potensinya yang mencapai lebih dari 300 MW dan tersebar di Tomohon, Minahasa, Kotamobagu, Likupang, Wineru, dan titik-titik lain di lengan utara Pulau Sulawesi.
Apa yang kami ketahui dari hasil penelitian di Sulawesi Utara kami tuangkan dalam buku ajar dalam bahasa yang sederhana dan penuh gambar.
Penyempurnaan konten maupun cara-cara pembelajaran telah dilaksanakan bersama para perwakilan guru dari berbagai daerah di Sulawesi Utara, setelah melalui koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sudah beberapa kali workshop sukses digelar bersama para guru, yaitu di Kantor Bupati Minahasa, Kantor Walikota Tomohon, SMA Lokon Santo Nikolaus Tomohon, dan SMA Negeri 1 Tomohon. Uji coba penyampaian mulok itu kepada para siswa juga sudah beberapa dilakukan.
Buku ajar mulok, panduan guru, suplemen bacaan, dan catatan-catatan workshop kemudian kami serahkan kepada Pemerintah Provinsi.
Namun sungguh sayang, hingga saat ini mulok tersebut belum juga ditetapkan dan diluncurkan.
Padahal, jika mulok itu berjalan, Sulawesi Utara akan menjadi provinsi pertama yang mendidik generasi mudanya dengan wawasan geologi dan potensi energi terbarukan unggulan daerah.
Kini kita berada dalam situasi pandemi. File-file elektronik dari materi mulok itu sangat memungkinkan untuk dikonversi menjadi bahan-bahan pembelajaran daring yang fleksibel, bahkan bisa dimodifikasi dengan kreativitas para pengampu. Kamipun tak merasa lelah mendampingi jika diperlukan.
Bumi Nyiur Melambai pasti membutuhkan putra-putri penerus kepahlawanan Arie Lasut. Putra-putri yang paham sejak dini bagaimana menjaga dan mengelola sumber daya negerinya berlandaskan ilmu pengetahuan dan rasa cinta, sehingga bangsanya sejahtera dan selamat dari bencana.
Penulis: Dr. Pri Utami
Pusat Penelitian Panas Bumi, Universitas Gadjah Mada
Baca juga:
- Memetik khasiat bunga krisan dengan energi geothermal: Cara baru Festival Bunga Tomohon
- Terdampak Pandemi COVID-19, Budidaya Bunga Krisan di Kota Tomohon Tidak Surut
- Pemanfaatan Energi Geothermal Untuk Memajukan Industri Kacang Kawangkoan