Langowan, BeritaManado.com — Tradisi merayakan tahun baru bagi sebagian besar orang tentu akan memberikan arti tersendiri dan melahirkan kesan beragam, termasuk yang sebentar lagi akan dihadapi.
Dari sudut pandang lain, tahukah kita darimana asal-usulnya tahun baru yang hingga saat ini sudah bertahun-tahun digunakan secara internasional.
Pastor Frans Rares MSC dalam khotbahnya saat memimpin Misa Malam Tahun Baru di Gereja Katolik St. Petrus Langowan, Senin (31/12/2018) menjelaskan asal usul perayaan tahun baru tersebut.
Pada mulanya perayaan tahun baru tidak lepas dari keberadaan kerajaan romawi kuno, dimana saat kekuasaan berada dibawah kendali seorang Kaisar bernama Julius Agustus Cesar, tahun baru dirayakan pada tanggal 23 Maret, dimana bulan tersebut adalah yang pertama dari 12 bulan dalam satu tahun kalender.
Nama bulan Maret itu sendiri diambil dari nama Dewa Perang yaitu Marce, kemudian bulan kedua April mengadopsi arti dari kata Aprilia yang berarti taman bunga, serta bulan ketiga Mei yang berasal dari nama dewa yaitu Maya, sedangkan Juni masih berasal dari nama dewa jaitu Juno.
Pada bulan keempat dan kelima, kaisar tersebut memakai namanya sendiri Juli serta Agustus, dimana setelah itu Julius Cesar tidak memiliki nama, maka diambilah istilah bahasa latin untuk nomor urut 7,8, 9, 10, dimana masig-masing adalah Septemb (September), Okto (Oktober), Novem (November) dan Decem (Desember).
Untuk Januari dan Februari berada di urutan kesebelas dan duabelas, dimana masing-masing berasal dari nama Januarius (Dewa Janus) dan Feber atau Febria yang diartikan sebagai pesta pembersihan diri waktu kekuasaan Kerajaan Romawi Kuno.
Kalender yang ditetapkan oleh Kaisar Julius Cesar berlaku selama 7 abad, dimana pada abad ke-6 ada seorang imam bernama Dionisius melakukans edikit perubahan dalam penanggalan tersebut, dimana tahun baru diberlakukan pada tanggal 25 Maret dan bertahan selama 10 abad.
Abad 16 yaitu sekitar tahun 1584 muncul ketetapan dari Paus Gregorius XIII yang menilai ada beberapa kejanggalan tentang penanggalan tersebut dari sudut pandang ilmu astronomi, sehingga tahun baru ditetapkan pada 1 Januari hingga saat ini.
Dalam perkembangannya Gereja Protestan baru bisa menerima metode penanggalan tersebut pada tahun 1750-an kemudian disusul oleh Gereja Ortodoks, demikian seterusnya hingga saat ini digunakan secara internasional.
“Ini hanya sekedar informasi saja. Akan tetapi yang paling penting yaitu pada setiap tahun baru tentu sangat diharapkan setiap umat Katolik dapat melakukan apa yang diperbuat oleh rasul-rasul Yesus saat mereka diutus ke seluruh dunia dengan membawa damai dan kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, lakukanlah itu mulai dari keluarga,” ungpak Pastor Rares.
(Frangki Wullur)