Ratahan – Pemahaman dan pengenalan kaidah bahasa dalam suatu pemberitaan di media masa baik itu cetak maupun elektronik dinilai perlu dilakukan oleh pejabat di Minahasa Tenggara (Mitra).
Ini menyusul maraknya komplain salah kaprah yang sering ditujukan kepada wartawan terkait pemberitaan media, baik yang melibatkan pejabat perorangan maupun institusi pemerintah.
Tokoh masyarakat Mitra Soni Rundengan berpendapat, banyaknya pejabat yang belum mengenal kaidah penulisan bahasa media sering berbuah polemik antara pemerintah dan wartawan.
Tak heran ketika ada pemberitaan yang menyorot kinerja oknum pejabat maupun institusi, banyak yang kebakaran jenggot kemudian ‘menyerang’ oknum wartawan.
“Kemungkinan masih banyak pejabat yang menilai bahwa peran media masa itu hanya untuk sosialisasi kegiatan-kegiatan pemerintah kepada masyarakat saja. Padahal fungsi pers itu banyak, salah satunya fungsi kontrol sosial. Polemik yang sering terjadi yaitu ketika pers mejalankan fungsi ini. Banyak pejabat yang kebakaran jenggot karena kinerjanya di sorot ataupun dilaporkan melakukan tindakan tak terpuji. Padahal itu adalah bagian dari tugas pers untuk mengontrol jalannya pemerintahan,” papar Rundengan.
Disisi lain, dia juga menilai salah kaprah dalam menilai isi dari suatu pemberitaan dikarenakan banyak pejabat yang belum tahu soal kode etik jurnalistik wartawan dalam sebuah pemberitaan.
Banyak pejabat yang belum tahu bahwa dalam menjalankan tugasnya, pers berada dibawah payung hukum.
“Selain melindungi tugasnya, payung hukum ini jugalah yang membatasi wartawan dalam menjalankan tugasnya. Contohnya mengemukakan asas praduga tak bersalah dalam penulisan berita sebelum ada keputusan hukum tetap bagi oknum bersangkutan. Makanya mereka menulis oknum diduga, disinyalir, terindikasi dan lainnya. Namun banyak pejabat yang belum paham soal bahasa penulisan itu dan mereka merasa dihakimi oleh wartawan. Padahal mereka punya hak jawab untuk mengklarifikasi sebuah pemberitaan yang dinilai merugikan,” kata dia.
Olehnya, pemerintah daerah dinilai perlu menggelar kegiatan pembekalan pemahaman jurnalistik untuk lebih mengembangkan pengetahuan pejabat dalam menilai suatu pemberitaan. Dengan demikian, pejabat dapat lebih mengenal mana pemberitaan yang sesuai dan mana yang tak sesuai kode etik jurnalistik.
“Perlu diingat bahwa pers punya peran besar dalam perkembangan suatu daerah. Makanya pembekalan pemahaman kaidah jurnalistik penting dilakukan agar tak ada lagi kesalahpahaman antara pemerintah dan pers dalam menjalankan fungsinya masing-masing,” tandas Rundengan. (rulandsandag)
Ratahan – Pemahaman dan pengenalan kaidah bahasa dalam suatu pemberitaan di media masa baik itu cetak maupun elektronik dinilai perlu dilakukan oleh pejabat di Minahasa Tenggara (Mitra).
Ini menyusul maraknya komplain salah kaprah yang sering ditujukan kepada wartawan terkait pemberitaan media, baik yang melibatkan pejabat perorangan maupun institusi pemerintah.
Tokoh masyarakat Mitra Soni Rundengan berpendapat, banyaknya pejabat yang belum mengenal kaidah penulisan bahasa media sering berbuah polemik antara pemerintah dan wartawan.
Tak heran ketika ada pemberitaan yang menyorot kinerja oknum pejabat maupun institusi, banyak yang kebakaran jenggot kemudian ‘menyerang’ oknum wartawan.
“Kemungkinan masih banyak pejabat yang menilai bahwa peran media masa itu hanya untuk sosialisasi kegiatan-kegiatan pemerintah kepada masyarakat saja. Padahal fungsi pers itu banyak, salah satunya fungsi kontrol sosial. Polemik yang sering terjadi yaitu ketika pers mejalankan fungsi ini. Banyak pejabat yang kebakaran jenggot karena kinerjanya di sorot ataupun dilaporkan melakukan tindakan tak terpuji. Padahal itu adalah bagian dari tugas pers untuk mengontrol jalannya pemerintahan,” papar Rundengan.
Disisi lain, dia juga menilai salah kaprah dalam menilai isi dari suatu pemberitaan dikarenakan banyak pejabat yang belum tahu soal kode etik jurnalistik wartawan dalam sebuah pemberitaan.
Banyak pejabat yang belum tahu bahwa dalam menjalankan tugasnya, pers berada dibawah payung hukum.
“Selain melindungi tugasnya, payung hukum ini jugalah yang membatasi wartawan dalam menjalankan tugasnya. Contohnya mengemukakan asas praduga tak bersalah dalam penulisan berita sebelum ada keputusan hukum tetap bagi oknum bersangkutan. Makanya mereka menulis oknum diduga, disinyalir, terindikasi dan lainnya. Namun banyak pejabat yang belum paham soal bahasa penulisan itu dan mereka merasa dihakimi oleh wartawan. Padahal mereka punya hak jawab untuk mengklarifikasi sebuah pemberitaan yang dinilai merugikan,” kata dia.
Olehnya, pemerintah daerah dinilai perlu menggelar kegiatan pembekalan pemahaman jurnalistik untuk lebih mengembangkan pengetahuan pejabat dalam menilai suatu pemberitaan. Dengan demikian, pejabat dapat lebih mengenal mana pemberitaan yang sesuai dan mana yang tak sesuai kode etik jurnalistik.
“Perlu diingat bahwa pers punya peran besar dalam perkembangan suatu daerah. Makanya pembekalan pemahaman kaidah jurnalistik penting dilakukan agar tak ada lagi kesalahpahaman antara pemerintah dan pers dalam menjalankan fungsinya masing-masing,” tandas Rundengan. (rulandsandag)