Manado — Lembaga Pembinaan Khusus (LPK) Anak atau yang dulu lebih sering disebut Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Anak oleh masyarakat pada umumnya terdengar begitu menakutkan.
Anak-anak yang harus tinggal di sana seolah-olah terkurung dalam gedung beton yang suram, hingga masa depannya ikut jadi tak jelas.
Tak sependapat dengan hal tersebut, kepada BeritaManado.com, Kepala LPK Anak Sulut yang terletak di kota Tomohon, Tjahja Rediantana menegaskan, LPK Anak tidak seperti yang dibayangkan.
“Memang mereka yang ada didalam adalah mereka yang secara hukum harus menjalani pembinaan. Tapi bukan berarti semuanya berakhir disitu. Mereka tetaplah anak bangsa Indonesia,” ujar Tjahja, Rabu (10/10/2018) kemarin disela-sela puncak peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Mantos 3, Manado.
Lanjutnya, LPK Anak pun kini telah berubah image dari menakutkan menjadi keluarga baru bagi anak-anak yang menjalani masa pembinaan.
“Kami selalu menekankan, para petugas di LPK Anak adalah ayah dan ibu bagi anak-anak selama mereka ada di LPK. Anak-anak pun tak hanya sekedar belajar akademik, tapi juga menggali potensi diri diberbagai bidang seperti musik, kerajinan tangan dan lainnya,” jelas Tjahja.
Hal tersebut menurut Tjahja adalah persiapan bagi anak-anak ini untuk kembali dalam kehidupan bermasyarakat nanti, terutama soal mental dan kepercayaan diri.
“Kami memotivasi mereka agar berkarya dalam hal-hal positif, apalagi dengan usia yang masih muda,” kata Tjahja.
(srisurya)