Airmadidi – Pembebasan lahan tol di wilayah Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, akan mendapat kawalan ekstra dari satu diantara warganya, yaitu Piet Luntungan seorang legislator dewan Minut juga sebagai Ketua Fraksi Esa Genang.
Dikatakan Om Piet sapaan akrabnya, tim pembebasan lahan tol yang disebut Tim 9, memakai perhitungan pembebasan lahan yang susah dipertanggungjawabkan. “Tim 9 sebagai tim appraisal, ngoni pe standar perhitungan pembebasan tanah, io to? seperti apa?,” ujar Om Piet pada BeritaManado.Com, Senin (30/6/2014) malam.
Tahun 1982, waktu proyek pembebasan tanah di Lahendong, Om Piet mengakui sudah masuk tim pembebasan tanah. “Jadi kita tau depe rumus. Kita harus berdasar pada UUD 45 Pasal 33. Jadi buat pembebasan tanah, ngoni nembole pake NJOP tambah harga pasaran berbagi dua,” jelas Om Piet.
Perhitungan pembebasan tanah yang bisa dipertanggungjawabkan, menurut Om Piet, itu adalah hitung tanah sesuai fungsinya. Dicontohkannya, untuk lahan pertanian, dihitung 1 meter persegi, bisa ditanami 15 pohon milu manis, berarti hasilnya ada 15 buah milu manis.
“Hasil 15 milu manis, dikalikan harganya Rp 2.000, sekali panen dalam lahan satu meter persegi Rp 30 ribu. Kalau setahun bisa dapat berlipat. Itu segi penghasilan. Dari segi tanahnya setiap detik harga tanah naik. Jadi harus hitung juga dari faktor inflasi, per tahunnya,” jelas Om Piet.
Sering dikatakan Om Piet pada tim pembebasan lahan tol, kalau untuk pembebasan lahan pertanian, tidak bisa ukuran BPN, harus ukuran permukaan tanah, karena BPN punya ukuran ikut penambang tanah. “Supaya ini petani, io to? nda jual Sapi beli Kambing. Masyarakat lain dorang beking bodok, jadi bodokbodok. Ini Max Purukan bilang le, pake harga perasaan kata,” kata Om Piet dengan tawa khasnya.
Dalam berbagai sosialisasi pembebasan lahan tol, selalu dikatakan Om Piet, agar pemerintah khususnya yang masuk dalam tim pembebasan lahan, agar tidak bersikap otoriter, menakut-nakuti rakyat sendiri, dengan titip itu uang di pengadilan. “Ada hak apa juga pengadilan? Ini pelanggaran hak asasi. Ini tanah, tanah adat, torang pe hak asasi,” tegas Om Piet.
Om Piet pun menyerukan agar masyarakat perlu mendapatkan hak pembebasan lahan yang sesuai. “Kalau dorang mau titip di pengadilan, io to? Kong mau ambe torang pe tanah. Mari torang baku gugat di pengadilan. Kenapa pembebasan lahan ringroad dua nda selesai? Kita juga punya hak atas tanah kita,” jelas Om Piet. (robintanauma)