
Manado – Dugaan tindak pidana korupsi yang disidik oleh Kejaksaan Negeri Manado terkait tindakan pelanggaran penggunaan tenaga listrik yang dilakukan oleh pusat perbelanjaan Mantos mengundang berbagai pendapat dari kalangan pemerhati di bidang hukum.
Toar Palilingan mengatakan, bahwa penyelesaian atas pelanggaran tersebut sebagai konsekwensi adanya pasal dalam perjanjian/kontrak antara PLN dengan pihak Mantos. Adapun rujukan denda tambah Palilingan dalam bentuk tagihan susulan yang dilakukan oleh tim P2TL adalah keputusan direksi nomor 234 tahun 2008, pasal 10 ayat 5 bahwa analisa dan perhitungan tagihan susulan harus disepakati bersama dengan pengguna tenaga listrik.
Menurutnya, perhitungan tidak boleh sepihak dilakukan oleh tim P2TL dari PLN. Nilai diluar Rp11 milliar sama sekali tidak disepakati bersama, sementara yang Rp11 milliar dilengkapi dengan penandatanganan SPH serta dilanjutkan dengan pembayaran.
“Jadi, proses tersebut dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan, dengan kata lain penyelesaiannya dilakukan secara hukum (perdata/pelanggaran kontrak). Berarti dengan telah dilakukan penyelesaian tersebut (denda/tagihan susulan) maka sifat pelanggaran tersebut telah dipulihkan,” tukasnya.
Tambahnya, dugaan korupsi bisa saja jika dalam penyidikan ditemukan adanya indikasi suap/janji maupun setoran denda Mantos ke PLN tidak disetor ke kas negara. “Kalau tidak ada indikasi kenapa harus dipaksakan turunnya nominal 41 milliar menjadi 11 milliar, negara dirugikan? Dimana ukuran nominal yang menjadi acuan, pasal apa yang dipakai untuk penetapan sepihak, negara justru mendapat pemasukan 11 milliar, kok di bilang kerugian?” tanya Palilingan.
Justru yang menjadi menarik menurut pakar hukum top ini adalah pernyataan ketua tim penyidik kasus tersebut yang menganggap penyidik harus menganalisa lagi lebih mendalam dan perlu digelar di kejati.
“Hal tersebut mengesankan ketua tim penyidik sudah meragukan serta tidak mau bertanggungjawab kelanjutan penanganan kasus, yang seolah-olah ada upaya pemaksaan atas kasus tersebut dari kasus perdata yang sudah selesai menjadi kasus korupsi karena statemen ketua tim berseberangan dengan statemen kajari yang oleh pak Ledrik dianggap menakut-nakuti bahkan bisa ditafsirkan ada kesewenang-wenangan,” tegas Palilingan. (SOV)