Airmadidi – Ketika kegiatan pertambangan ilegal PT MMP, dilaporkan ke Polda Sulut tanggal 20 Mei 2014 oleh 18 warga Bangka, yaitu laporan tindak pidana pertambangan atau illegal mining dan lingkungan.
Juga laporan Merty Mais Katulung sebagaimana surat tanda terima laporan polisi nomor STTLP/555.a/VI/2014/SKPT tanggal 30 Juni 2014. Ternyata Polda Sulut tidak atau belum menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat tersebut hingga saat ini.
Hal ini diungkap Yul Takaliuang selaku koordinator aksi dari puluhan warga Bangka yang memberi nama Koalisi Selamatkan Pulau Bangka saat beraksi damai di Mapolres Minahasa Utara.
Ditambahkan Takaliuang, justru laporan ke polisi berimbas terbalik, ketika mulai timbul gelombang protes dari masyarakat, aparat polisi bertindak sangat cepat (over-reaction) melakukan proses hukum terhadap warga.
Dicontohkannya, kejadian bentrok Sabtu, 12 Juli 2014 yang mengakibatkan timbulnya beberapa korban luka serius di warga yang memprotes ilegal mining dan terbakarnya alat bor milik PT MMP.
“Ternyata, Minggu 13 Juli, aparat kepolisian langsung melakukan panggilan terhadap 7 warga yang dituduh sebagai pelaku pembakaran alat bor. Sedangkan laporan-laporan warga ke Polda tentang tindak pidana pertambangan yang dilakukan PT MMP, belum juga ditindaklanjuti,” jelas Takaliuang pada BeritaManado.Com.
Oleh karena itu, Takaliuang mengakui sangat menyayangkan sikap aparat kepolisian, yang disatu sisi bertindak sebagai aparat keamanan PT MMP sisi lainnya bertindak sebagai penegak hukum bagi warga Pulau Bangka yang memprotes kegiatan pertambangan ilegal.
“Mengapa kami dicurigai dan diperlakukan seolah-olah penjahat? Mengapa PT MMP yang nyata melanggar hukum tapi dibiarkan beroperasi, bahkan dikawal aparat kepolisian? Siapa yang menegakkan hukum pada PT MMP? Wahai pak Kapolda dan pak Kapolres Minut, tugas dan fungsi polisi untuk siapa?,” tanya Takaliuang. (robintanauma)