Amurang – Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 tahun 2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, menuai reaksi sejumlah kalangan di Minahasa Selatan.
Menurut Henli Tuela warga Minsel menegaskan dengan diberlakukan larangan tersebut membuat petani captikus di Minsel resah, karena permintaan perusahaan terhadap produksi captikus ikut berkurang.
“Sangat disayangkan dengan dikeluarkan aturan Kemendag, membuat petani captikus tak bisa berbuat banyak. Harga captikus kini turun, ditamba lagi sudah ada larangan minuman berakohol dengan kadar A tak bisa dijual bebas di Mini Market. Maka dipastikan akan semakin merana para petani captikus,” keluh Tuela, kepada BeritaManado.com, Jumat (17/4/2015)
Lanjut Tuela mengatakan, bahkan imbas dari larangan itu membuat petani captikus bakal gulung tikar, dimana produksi captikus dibatasi pengempul dan harga captikus merosot. Hal iniakanlebih menambah beban kesulitan ekonomi yang ditanggung masyarakat sendiri akibat dari aturan tersebut.
Bahkan, petani captikus yang menghidupkan anak-anak sehingga sukses ada yang menjadi anggota dewan dan pejabat akan terancam mata pencaharian yang dikenal luas di Bumi Nyiur Melambai sebutan lain Sulawesi Utara.
“Pemerintah daerah dan wakil rakyat sangat diharapkan bantuanya untuk memfasilitasi atau mampu memberikan jalan keluar dengan situasi larangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol khususnya captikus,” ungkapnya.
Seharusnya pemerintah mampu memberikan solusi yang terbaik untuk kesejahteraan masyarakat khususnya petani captikus, bukan membuat regulasi terkait peredaran atau meminimalisir akibat kelebihan alkohol, melainkan mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap produksi minuman beralkohol khas Minahasa ini, tambahnya.
Sementara itu, sejumlah petani captikus yang ditemui BeritaManado.com, terkait Permendag tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.
“Kami rakyat kecil menjadi korban aturan yang dibuat sendiri oleh pemerintah, so susah ley mancari ada ley larangan pemerintah, terus torang mo kase makang apa torang pe keluarga. Perusahan so sadiki terima torang pe captukus, haraga so turung jaoh (sudah susah mencari nafkah ada larang pemerintah, lantas kami mau kasi makan apa keluarga. Belum lagi perusahan membatasi pemasukan capitkus dan harga turun drastic) ujar Pitter Aluy dan Jeffry Kountul petani captikus asal Amurang. (sanlylendongan)