Manado, BeritaManado.com – Beberapa hari lalu, ratusan warga negara Indonesia di kota Jambi tidak lagi dapat beribadah di rumah ibadah yang selama belasan tahun telah mereka gunakan kanena disegel oleh Pemkot Jambi.
Penyegelan dilakukan terhadap tiga gereja yaitu GSJA. GMI dan HKI yang terjadi pada hari Kamis 27 September 2018 di Kelurahan Kenali Barat.,Alam Barajo, Kota Jambi, Provinsi Jambi.
Kepada BeritaManado.com, Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Manado, Alter Wowor MTh membacakan seruan Pengurus Pusat GMKI bahwa penyegelan tersebut dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah Kota Jambi melalui Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi serta didampingi pihak Polres Kola Jambi dan TNI Kodim Kota Jambi.
“Negara melalui Pemerintah Kota Jambi seharusnya hadir untuk Menjamin Hak Setiap Warga memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, bukan malah melarang warganya beribadat bahkan melakukan penyegelan terhadap rumah ibadah sesuai Pasal 28 E dan Pasal 29 UUD I945,” kata Alter Wowor.
Lanjutnya, Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dengan hak-hak dasarnya telah dijamin di dalam konstitusi harus setia pada prinsip “tidak ada mayoritas dan mmorltas di dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat. dan bernegara”.
“Hak-hak dasar yang dijamin di dalam konstitusi tidak boleh sama sekali dikesampingkan walaupun ada desakan dari sekelompok orang. Untuk itu Negara diberikan kewenangan agar dapat menjaga dan memastikan hak-hak dasar itu dijalankan,” kata Alter Wowor.
Alter Wowor mengatakan bahwa GMKI menilai terkait tindakan penyegelan rumah ibadah yang dilakukan Pemerintah Kota Jambi telah melanggar konstitusi yaitu Pasal 28 E UUD “kebebasan memeluk agama dan beribadah menumt agamanya”.
“Pemerintah Kota Jambi tidak melaksanakan perintah Konstitusi yaitu Pasal 29 UUD I945 ayat (2) “Negara Menjamin Kemerdekaan memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya”, jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Kota Jambi tidak menjalankan SKB dua menteri. Menteri Agama Nomor 9 tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah dalam Hal Kerukunan Umat Beragama dan Rumah Ibadat yaitu tentang “Membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah Ibadat” sementara Gereja tersebut telah berdiri sebelum berlakunya SKB dua Menteri’.
Alter Wowor menjelaskan bahwa GMKI meminta Pemerintah Kota Jambi mencabut penyegelan Rumah Ibadah terhadap ketiga gereja yaitu GSJA. GMI. dan HKl.
“Kami minta Pemerintah Kota Jambi tidak tunduk kepada tekanan organisasi massa apabila tidak sesuai dengan konstitusi atau UUD 1945 dan Aparat Kepolisian TNI harus selalu setia kepada tugas yang diberikan oleh UUD I945 untuk menjamin kemerdekaan masyarakat memeluk agamanya masing-masing yaitu memastikan masyarakat dapat beribadah dengan tenang di rumah ibadahnya masing-masing,” tegas Alter Wowor.
Pemkot Jambi, Polres Kota Jambi, dan TNI Kodim Kota Jambi menurutnya harus belajar tentang kehidupan yang toleran dari masyarakat di Sulawesi Utara, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan daerah lainnya, dimana rumah ibadah setiap agama dapat berdiri dengan aman dan damai tanpa ada gangguan dari pemerintah daerah ataupun masyarakat.
Alter Wowor mengungkap bahwa Pengurus Pusat GMKI bersedia untuk datang ke kota Jambi dan mengajarkan serta mencontohkan kepada Pemkot Jambi, Polres Kota Jambi, dan TNI Kodim Kota Jambi tentang bagaimana menjaga kehidupan yang toleran di tengah masyarakat yang multikultur.
“Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Agama harus menunjukkan bahwa “Negara hadir melindungi hak-hak setiap warga negaranya” yakni dengan memperhatikan pemasalahan rumah ibadah di seluruh Indonesia secara khusus“ Penyegelan Rumah Ibadah di Kota Jambi.
GMKI juga meminta solidaritas dari seluruh umat beragama di Indonesia serta organisasi mahasiswa.
“Mari bersama-sama bahu-membahu mendesak Pemerintah untuk menjamin dan melindungi hak setiap warga negara sesuai dengan Konstitusi,” tutup Alter Wowor.
(PaulMoningka)