Manado — Sarasehan antisipasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) oleh Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi (Fapet Unsrat) diselenggarakan di desa Tincep kecamatan Sonder Minahasa.
Menariknya, kegiatan tersebut menggelitik kebiasaan petani yang sering menggunakan makanan sisa untuk ternaknya, khususnya sapi dan babi.
Selain itu, terungkap dalam sarasehan agar warga diminta kurangi konsusmsi daging babi hutan hasil pasokan dari Sulawesi Barat.
Tim ahli Fapet Unsrat yang terdiri Dr. drh. Albert J. Podung, M.Si dan Dr. Ir. Mien Th. R. Lapian, M.Si serta Ir. Abraham F. Pendong, M.Sc, dalam presentasi mereka tentang “Antisipasi Bahaya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Sulawesi Utara”, menegaskan bahwa PMK adalah penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular.
Penyakit menyerang semua hewan berkuku belah/genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing. Penyakit ini bersifat akut dan sangat menular, bisa menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak.
Namun PMK ini bukan penyakit zoonosis atau tidak menular ke manusia.
Virus dapat bertahan lama di lingkungan, dan bertahan hidup di tulang, kelenjar, susu serta produk susu.
Penyakit ini ditandai dengan adanya pembentukan vesikel atau lepuh dan erosi di sekitar mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku, jalan pincang dan bahkan kuku bisa terlepas.
Ancaman kematian ternak (mortalitas) memang tidak secara langsung, namun akibat virus ini, organ-organ penting lainnya bisa mengalami kerusakan dan sakit yang pada akhirnya mengalami kematian ternak.
Cara penyebaran virus
Penyebaran virus sangat cepat, dan virus dapat ditularkan ke hewan melalui beberapa cara:
(1) Kontak langsung (antara hewan yang tertular dengan hewan rentan melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit).
(2) Kontak tidak langsung melalui vektor hidup yakni terbawa oleh manusia, melalui sepatu, tangan, tenggorokan, atau pakaian yang terkontaminasi.
(3) Kontak tidak langsung melalui bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan, peralatan, alas kandang).
(4) Tersebar melalui udara (aerosol).
Hingga saat ini menurut mereka di Sulawesi Utara belum ada ternak yang posistif terinfeksi virus PMK, namun karena di daerah lainnya yang dekat dengan Sulut, seperti di Sulawesi Barat sudah ada laporan terinfeksi, maka Sulut sudah masuk dalam kategori ancaman penyebaran.
Diperlukan antisipasi
Oleh sebab itu diperlukan antisipasi dengan cara menghentikan kebiasaan memberi makanan sisa pada ternak, melakukan Isolasi/Pemisahan ternak, Pembersihan dan Desinfeksi lingkungan peternakan, pengendalian lalu lintas manusia, hewan, bahan/peralatan dan kendaraan masuk dan keluar area peternakan, pengendalian terhadap hama seperti tikus, serangga yang dapat menjadi vector penyebaran penyakit, pembuangan hewan yang mati.
Dalam sarasehan juga menghasilkan himbauan kepada masyarakat pada umumnya untuk berhati-hati mengkonsumsi daging babi hutan pasokan dari luar daerah termasuk asal Sulawesi Barat, mengingat sebagian daging babi hutan yang ada di pasaran Sulawesi Utara, berasal dari Sulawesi Barat.
Sarasehan menghadirkan lebih dari 50 orang peternak sapi dan babi, dimoderatori oleh Dr. Ir. Jolyanis Lainawa, M.Si, yang juga adalah ketua panitia Dies Natalis Fapet Unsrat ke-59 tahun 2022.
“Sarasehan ini merupakan gagasan dari Dekan Fapet Unsrat Dr. Ir. Florencia N. Sompie, MP., IPU dalam rangka meningkatkan peran Fapet Unsrat terhadap peternak, khususnya dalam permasalahan ancaman PMK pada ternak Sapi dan Babi di Sulawesi Utara,” kata mner Joly sapaan akrab Dr. Ir. Jolyanis Lainawa, M.Si.
(***/rds)