Manado, BeritaManado.com –Kasus penyakit Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak cukup meresahkan masyarakat Indonesia.
Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi/penyaringan ginjal yang terjadi pada anak usia 0-18 tahun, mayoritas usia 0-5 tahun.
Namun demikian, hingga kini Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) belum menemukan kasus terkonfirmasi GGAPA dari kabupaten/kota di Provinsi Sulut.
“Sampai hari ini belum ada laporan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut Dr Debie Kalalo, dalam siaran pers Perkembangan Situasi Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), Kamis (20/10/2022).
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kasus GGAPA di Provinsi Sulawesi Utara, maka pemerintah telah melakukan upaya di antaranya menyampaikan kepada seluruh Dinas Kabupate/Kota untuk segera melakukan, penyelidikan Epidemiologi dengan berkoordinasi dengan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain bilamana ditemukan kasus GGAPA di wilayah masing-masing dan melaporkan kasus tersebut melalui GForm dalam aplikasi SKDR dan RS Online.
Upaya selanjutnya yaitu meningkatkan kewaspadaan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain untuk bisa mendeteksi dini kasus GGAPA dan melakukan tatalaksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor Hk.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana Dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulut menyampaikan kepada seluruh PBF (Pedagang Besar Farmasi) di wilayah Sulawesi Utara untuk sementara waktu tidak mendistribusikan obat bentuk sediaan sirup ke sarana/fasilitas pelayananan kesehatan milik pemerintah dan atau swasta seperti RS, apotek, toko obat dan klinik.
“Menyampaikan kepada Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan milik pemerintah maupun swasta seperti RS, Puskesmas, apotek, toko obat, dokter praktek, klinik di wilayah kerja masing-masing untuk sementara waktu tidak meresepkan, menjual dan menggunakan obat dalam bentuk sediaan sirup kepada pasien/masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis Debie Kalalo pada poin 4.
Selanjutnya, Dinkes Sulut menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik namun meningkatkan kewaspadaan terutama:
a) Bagi orang tua yang memiliki anak (terutama usia < 6 tahun) dengan gejala penurunan volume/frekuensi urin atau tidak ada urin, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain untuk segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan terdekat.
b) Orang tua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengkonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Perawatan anak sakit yang menderita demam dirumah lebih mengedepankan tatalaksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis.
Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat.
Adapun Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak memiliki gejala dan tanda sebagai berikut:
- Berkurangnya volume dan frekuensi buang air kecil (BAK) atau tidak ada BAK yang terjadi secara tiba-tiba
- Tidak terdapat riwayat kelainan ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal kronis
- Peningkatan ureum kreatinin (kreatinin > 1,5 kali atau naik senilai lebih besar sama dengan 0,3 mg/dL)
- Disertai/tanpa disertai gejala prodromal seperti: demam, diare, muntah, batuk pilek.
- Pemeriksaan USG, bentuk dan ukuran ginjal normal, tidak ada kelainan seperti batu, kista atau massa
“Dugaan sementara penyebab GGAPA adalah bahan yang berpotensi menyebabkan gagal ginjal akut yang terkandung dalam obat sediaan cair. Namun Kementerian Kesehatan bersama BPOM terus melakukan penelusuran dan penelitian yang komprehensif untuk mengidentifikasi faktor resiko lain terjadinya GGAPA selain dari obat,” tutup Kalalo.
(***/Finda Muhtar)