Manado – Pengusaha berpolitik dan mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang menjadi fenomena yang tak dapat dibendung oleh masyarakat. Dimana para calon yang berduit selalu menjadi daya tarik di setiap pesta demokrasi.
Hal ini yang dibahas dan dikupas para akademisi, mulai dari latar belakang ilmu politik, ekonomi dan sejarah budaya pada acara diskusi yang digelar oleh Sulut Political Institute (SPI) di hotel Aston, Senin (02/03/2015) sore tadi.
DR Ferry D Liando selaku akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) saat pemaparan mengatakan bahwa partai politik bertanggung jawab melakukan perekrutan dan membina kader untuk bisa dimajukan dalam Pilkada.
“Sekarang ini, parpol malas merekrut dan membina kader, dan hanya sibuk jika ada musyawarah atau kongres. Alhasil, saat pilkada atau pilcaleg, Parpol merangkul calon-calon dari kalangan pengusaha, keluarga pejabat atau artis untuk mendongkrak perolehan suara,” katanya.
Bagi Liando, hal tersebut bisa wajar asal figur yang direkrut benar-benar punya dedikasi dan mau mengabdi masyarakat.
“Tapi yang terjadi sekarang ini malah sebaliknya. Calon-calon dari kalangan pengusaha ataupun artis tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat. Dan parpol kini ibarat perusahaan travel yang menyediakan tiket bagi siapapun yang ingin nyalon di Pilkada. Punya duit, ada tiket,” tandasnya.
Pendapat serupa disampaikan pengamat politik Sulut, DR John Lengkong mengatakan bahwa politik kini tak hanya menjadi alat untuk meraih kekuasaan, tapi juga dimanfaatkan untuk mengamankan aset dan usaha.
“Pengusaha tak mengapa mencalonkan diri, tapi jiwa negarawannya harus dominan jika ia terpilih dalam Pilkada atau Pilcaleg,” kata Lengkong.
Selain forum diskusi, acara yang dihadiri para akademisi berkompeten di antaranya, DR Ardiles Mewho, Herman Nayoan SH M.Hum, DR Ivan RB Kaunang, DR Peggy Mekel, Evendy Sondakh SIP M.Si, Piet Pusung SSTP M.Si, DR Max Egetan, serta sejumlah aktivis yakni, Rendi Umboh Ssi MSc, Alfred Lelau, Janty Karundeng, Eko Yahya, Maikel Caroba itu sekaligus untuk me-launching SPI sebagai salah satu lembaga kajian politik non pemerintahan di Sulut.
“SPI adalah wadah untuk mengkaji masalah politik nasional dan lokal dalam sisi keilmuan. SPI akan menjadi lembaga yang memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dalam kajian keilmuan,” ujar Direktur Eksekutif, Melky Pangemanan SIP yang didampingi oleh Direktur Bidang Komunikasi Politik, Risat Sanger usai acara kepada wartawan. (risat)