Manado—Serangan kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat dan meluas terutama kepada perempuan dan anak. Dokumentasi Komnas Perempuan dari tahun 2002 sampai 2012 menemukan 139.133 kasus seksual terhadap perempuan. Artinya setiap 2 jam di Indonesia terdapat 3–4 perempuan mengalami kekerasan seksual, seperti kasus perkosaan dan pembunuhan Angelina di Bali dan FNY di Tanggerang.
Data Swara Parangpuan Sulut beserta jaringan tahun 2014 mencatat 459 kasus kekerasan terhadap perempuan. Itu artinya jika dirata-ratakan ada 38 kasus terjadi setiap bulan, dan 1 sampai 2 kasus per hari.
Direktur Swara Parangpuan Lili Djenaan menjelaskan, hingga November 2015, dari kasus dampingan Swara Parangpuan Sulut dan pantauan media 73% kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kekerasan seksual. Sebanyak 88% pelaku adalah orang terdekat korban seperti ayah, kakek, paman, saudara, suami, pacar, tetangga, teman dan guru, 7 (4%) kasus pembunuhan dilatarbelakangi kekerasan seksual. Dan 76% korban berada pada rentang usia anak antara 3,5 tahun – 18 tahun.
“Kekerasan seksual tersebut telah menyebabkan penderitaan yang panjang bagi para korbanya, baik secara fisik, psikologis, ekonomi dan sosial. Mayoritas korbannya juga terus menerus mengalami berbagai bentuk stigma, diskriminasi dan terulangnya kekerasan dan pelanggaran HAM lainya. Mereka dikucilkan, dikeluarkan dari sekolah, dinikahkan dengan pelakunya, beresiko mengalami penyakit menular seksual atau bahkan beresiko mengalami kematian pada saat melahirkan, mengalami KDRT dan perdagangan orang,” ujar Djenaan, ketika menggelar jumpa pers, Kamis (26/11/2015).
Masalah mendasar yang mengakibatkan bertambah meluasnya serangan seksual terutama kepada perempuan dan anak adalah tidak memadainya KUHP dan peraturan perundangan lainnya yang terkait untuk mencegah, menghukum, melindungi hak-hak korbannya serta mentransformasi masyarakat dan budaya hukum, tidak tersedianya layanan yang bersifat segera dan konprehensif oleh pemerintah, serta kuatnya strereotype dan atau stigma negatif kepada korban kekerasan seksual
Melihat situasi ini, Swara Parangpuan lanjut Djenaan, melaksanakan kampanye nasional dan daerah selama 16 hari terhadap perlindungan perempuan dan anak yang dimulai pada 25 November (Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan) dan diakhir pada tanggal 10 Desember (Hari HAM Sedunia).
Untuk itu perlindungan bagi perempuan korban kekerasan seksual di tingkat daerah dalam bentuk Peraturan Daerah sangat penting. “Kami mendesak agar DPR dan pemerintah untuk menjadikan rancangan undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi kebijakan yang prioritas di tahun 2016. Mendesak DPRD Provinsi dan Pemerintah Provinsi untuk memasukkan rancangan Peraturan Daerah tentang perlindungan bagi perempuan korban kekerasan seksual dalam Prolegda tahun 2016. Mendorong masyarakat terutama Korban untuk segera melaporkan kasusnya ke aparat penegak hukum atau lembaga layanan terdekat serta mendorong institusi pemerintah dan masyarakat untuk membuat mekanisme pencegahan dan penanganan korban yang berpihak pada korban,” kata Djenaan menegaskan.(Finda Muhtar)