Manado-Sejumlah organisasi lintas latar belakang di Sulawesi Utara sepakat untuk mendesak DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Desakan itu dilatarbelakangi kondisi Sulut yang disebut tengah darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dalam sebuah diskusi yang digagas Persekutuan Perempuan Berpendidikan Theologi di Indonesia (Peruati) di Manado akhir pekan lalu, Fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Bumi Nyiur Melambai sepanjang tahun 2016 yang akan segera berakhir mencapai 261 kasus.
Angka itu sebagaimana diutarakan Nur Hasanah dan Abbast dari LSM Swara Parangpuan (Swapar), Selasa (20/12/2016).
“Data kami saring dari pemberitaan 3 media cetak di Sulut, artinya angka ini bukan data terakhir, masih lebih banyak lagi kasus yang belum terpublikasi atau bahkan tidak terungkap,” kata Nur Hasanah dalam temu bertajuk ‘Diskusi Mencari Solusi Bersama Kekerasan Seksual di Sulawesi Utara’.
Kekerasan seksual di Sulut adalah sebuah kompleksitas. Jull Takaliuang, aktivis yang sudah lama mengadvokasi korban kekerasan menyesalkan sistem penegakkan hukum di Sulut sering membuat beberapa kasus mentok tanpa penyelesaian.
“Saya berharap peran aparat untuk mau menuntaskan berbagai kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata perempuan tangguh itu, seraya mencontohkan beberapa kasus yang pernah dia advokasi.
Budayawan Minahasa Denny Pinontoan mengkhawatirkan ada peran agama dalam ruang-ruang kekerasan yang menimpa kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Trangender (LGBT) —yang ikut masuk dalam topik diskursus tersebut. “Akibatnya bukan hanya kekerasan fisik, mereka juga dirugikan secara psikologis,” tutur akademisi Fakultas Teologi UKIT ini.
Menyangkut kondisi Sulut yang toleran, Ketua DPW Ahlulbait Indonesia Sulawesi Utara Asri Rasjid mengingatkan semua elemen masyarakat untuk tetap sadar kerukunan. “Bicara kekerasan, jangan sampai di daerah kita terjadi masalah seperti di Sampang-Madura yang mendiskriminasi Jamaah Syiah,” sebut dia.
Sedangkan Ketua BPN Peruati Pdt Ruth Wangkai dan jurnalis Rikson Karundeng menegaskan peran media dalam mendorong penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Butuh diskusi dengan sumber daya ruang redaksi media-media di Sulut untuk menciptakan pemahaman bersama tentang betapa pentingnya upaya mengikis kasus kekerasan ini,” tandas Ruth.
Di akhir diskusi, semua pihak yang hadir sepakat mendorong RUU-PKS segera disahkan. Dukungan terhadap hal itu bisa diformulasikan lewat penandatangan petisi yang termuat di laman https://www.change.org/p/dpr-ri-sahkan-uu-penghapusan-kekerasan-seksual-mulaibicara.(***/findamuhtar)