ANDAI peringatan awal dr Li Wenliang melalui media sosial tanggal 30 Desember 2019 dengan teman-teman dokter akan bahaya virus “corona” di “teliti” dengan baik kemungkinan penyebaran melalui rumah sakit yang ada di Wuhan dapat cepat terdeteksi.
Tapi informasi melalui WeChat dianggap berita “hoax” dan dianggap bisa meresahkankan publik.
Akhirnya temuannya melalui pasar makanan laut Huanan beberapa Pasien terinveksi sebuah penyakit lain yang mirip dengan SARS yang mewabah sejak tahun 2003 berubah menjadi “peringatan terlambat” ketika penyebaran semakin cepat dan menutup bumi dengan ketakutan, kecemasan, kekuatiran akibat korban berjatuhan semakin banyak.
Dari 213 negara dilaporkan hingga kini sudah 419.382 jiwa meninggal.
Dr Li adalah salah satu dari informasi cepat dan benar yang dianggap berita bohong, akhirnya kita terbawa arus dengan gelombang perdebatan penanganan Covid-19.
Manusia berhadapan dengan informasi bohong “hoax” yang dianggap benar ketika berbagai kasus-kasus terjadi dalam penggunaan media sosial yang telah meresahkan tatanan sosial dunia.
Sejak diluncurkan Bulan Februari 2004 dari Menlo Park California Amerika oleh Mark Zuckerberg.
Dunia bergoncang dengan transformasi informatika “facebook” yang begitu cepat bagaikan “wabah” yang tidak bisa tertahan.
Tahun 2012 tembus 1 milliar pengguna FB, alumni Universitas Harvard tidak menyangka temuannya begitu cepat merubah dunia.
Bahkan menghadirkan aplikasi pesan populer “WhatsApp” oleh Jan Coum dan Brian Acton.
Fenomena ini memiliki dampak dalam struktur sosial dunia yang semakin cepat mengakses berita dan mengirim berita.
92% pelaku bisnis menggunakan aplikasi facebook dan WhatsApp.
Kemudian muncul Instagram, LINE, WeChat , Hangouts, FB Masengger,Skype, Telegram dll, menambah kuatnya akses informasi dunia yang akhirnya memiliki dampak buruk disamping sesuatu yang baik bagi kebutuhan manusia.
Kecepatan transformasi informatika melalui media sosial telah memperhadapkan kita dengan akal sehat dan akal bulus. Manusia sedang dipertaruhkan akan hal yang bersifat “kognitif, afektif dan Psikomotorik” artinya apakah pengetahuan kita benar disampaikan, berdasarkan nilai-nilai sikap positif kita melalui talenta dan kecakapan kita.
Kitab Ibrani 2:1-4 sudah memperingatkan kita tentang ke-tiga aspek tersebut dengan kata “teliti” (cermat;berhati hati) “memperhatikan apa yang telah kita dengar..” Teliti sebelum membeli, teliti sebelum bicara, teliti terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan-tindakan anarkis, agar tidak terjadi kesalah pahaman dan “salah kira” apalagi salah “menafsirkan” maksud Tuhan dalam hidup orang-orang percaya.
Kitab Ibrani mengingatkan dampak pendidikan “iman” di dalam keteladanan Yesus yaitu Firman Allah agar jangan terbawa arus dunia.
Firman Allah (Alkitab) adalah bentuk transformasi informasi komunikasi kita dengan Allah.
Yohanes 1:1: Firman yang telah menjadi daging dialah Yesus Kristus yang telah “menjangkau kita” menjadi perantara memahami Allah.
Dengan demikian komunikasi kita tidak melalui “perantara” (malaikat) lagi.
Sebagaimana hukum Taurat yang diberikan Allah melalui malaikat-malaikat (lih.Kis.7:53, Gal.3:29) tetapi kita sudah terhubung langsung melalui Yesus yang telah memperlengkapi tiap orang percaya dengan meneguhkan kesaksian melalui tanda-tanda, mujizat-mujizat dan oleh berbagai bagai penyataan kekuasaan dan karunia Roh Kudus (ay 4).
Oleh sebab itu kita jangan “menyia-nyiakan” membangun hubungan baik antara kita dengan Allah.
Sebab ketika firman Allah disampaikan melalui perantara “malaikat” memiliki konsekuensi hukuman yang setimpal.
Apalagi keselamatan Allah didalam Yesus disia-siakan maka tidak ada harapan melainkan kita akan menghadapi “penghakiman” ( lihat psl 10:27).
Oleh sebab itu Kitab Ibrani mengingatkan agar “jangan hanyut dibawah arus” (ay 1).
Yang dimaksud adalah jangan terbuai dengan keadaan.
Apalagi kata kata yang enak didengar, kata kata hasutan yang dibungkus dengan retorika apalagi meng-copy paste firman Allah untuk kepentingan tertentu, akhirnya suara kritis profetis “terdomestikasi” (jinak) dengan keadaan.
189 tahun yang lampau, tepatnya tanggal 12 Juni 1831, Johan Frederich Riedel dan Johan Gotlieb Schwarz.
Yang secara official diutus melayani ke wilayah Minahasa oleh Nederlandse Zendeling Genootschap (NZG) sebuah badan Pekabaran Injil asal Belanda.
Mereka masuk dan membaur dengan warga masyarakat dengan membangun komunikasi yang sederhana dengan “mendengar”dan “ meneliti” kebutuhan kebutuhan masyarakat, sehingga dua sahabat ini yang pernah sebagai “tukang cepatu” di Jerman.
Berhasil memikat masyarakat dengan bahasa-bahasa yang hidup, mereka bukan sekedar membaptis orang tetapi memberi pelajaran pelajaran iman dan menjawab “Firman” dengan ketrampilan “karunia-karunia Roh Kudus” melalui talenta di bidang pertanian, kesehatan dan berbagai ketrampilan teknik pertukangan, dan lain-lain.
Populasi Kristen bertumbuh pesat dengan jumlah 80.000 jiwa di tahun 1876.
Pusat pusat pendidikan dan kesehatan serta gereja–gereja di bangun dan memiliki struktur organisasi yang kuat dan akhirnya juga melatih tenaga-tenaga pribumi menjadi guru-guru jemaat.
Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen tidak dapat dipisahkan, keduanya ibarat “busur dan panah” yang dengan berjalannya waktu hingga sekarang Tahun 2020 GMIM telah memiliki 1.003 jemaat, 127 wilayah, 332 TK, 364 SD, 64 SMP, 20 SMA, 6 sekolah kejuruan, memiliki 2 pusat pelatihan dan ketrampilan serta universitas dan rumah-rumah sakit.
Pekabaran injil dan Pendidikan Kristen tidak bisa terpisahkan dan bukan terbawa “arus” dengan perayaan “serimonial” yang walau secara historis telah meletakan dasar-dasar iman Kristen sebelum kemerdekaan.
Tetapi bagaimana komunikasi iman yang di bangun oleh mereka yang telah meletakan pendidikan Kristen berakar kuat dan bertumbuh menjadi berkat bagi dunia dan manusia.
Ada sebuah nyanyian yang dikembangkan oleh pimpinan GMIM pribumi pertama ds AZR Wenas “..tanam bete bete dan batata, ubi pisang rica tamate, poki poki dan sayuran untuk kita semua” adalah bentuk komunikasi yang menjadi inti pengajaran “Firman” menjadi tindakan nyata.
Dimana semangat bekerja, menanam dan menghidupkan telah manjadi panggilan iman setiap orang percaya.
Pesan pesan historis ini juga sangat relevan ditengah menghadapi tantangan dunia dan arusnya, termasuk disaat kita sedang diperhadapkan dengan wabah Pandemi Covid-19.
Agar nyanyian-nyanyian pekabaran injil menjadi kekuatan kita untuk tersadar menanam dan bekerja menghadapi krisis ekonomi, pangan dan perubahan sosial agar kita tidak larut dengan ketakutan, kekuatiran dan kecemasan.
Kita harus benar-benar teliti memperhatikan apa yang kita dengar, apa yang kita pelajari dan apa yang dianugrahkan Tuhan melalui talenta dan karunia Roh Kudus.
Kita jangan terjebak dengan berita-berita bohong dimana kita sudah tidak dapat lagi membedakan mana yang benar dan mana yang jahat. 1 Yoh 4:1 “Ujilah roh roh itu..apakah mereka berasal dari Allah?” (band Efesus 5:10).
Sebab firman Tuhan jangan dijadikan “peringatan terlambat” sebab suatu saat kita semua akan berhadapan dengan penghakiman terakhir disaat kedatangan Yesus yang kedua kali.
Jadilah berkat untuk sesama kita bukan menjadi beban bagi yang membutuhkannya, sebab dengan banyak berbuat baik banyak menutupi dosa.(Yak 5:20)
Batusaiki, 12 Juni 2020
Pdt Lucky Rumopa
Ketua FKUB Sulawesi Utara