Oleh: Maximus Watung (Praktisi Hukum)
Dugaan pencurian listrik oleh PT. Gerbang Nusa Perkasa, reklamator kawasan Manado Town Square (Mantos) yang diberitakan secara eksklusif oleh harian ini memunculkan respon publik beragam. Ada yang melihatnya hanya sebatas informasi saja tapi tak sedikit pula yang merasa kaget dan (sekaligus) geram seraya berharap agar segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum, saya sendiri meresponnya dengan sikap yang disebutkan terakhir.
Tindakan diskriminasi
Sangat wajar bila rasa kaget itu muncul sebab selain aksi pencurian diduga dilakukan oleh korporasi kenamaan yang dipimpin oleh sosok pengusaha yang boleh dikatakan tokoh masyarakat daerah ini, juga akibat dari aksi tersebut telah mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara yang jumlahnya tergolong fantastis mencapai puluhan miliar rupiah. Dan kasus tersebut terbilang baru pertama kali terungkap di daerah ini, di tengah-tengah maraknya pemadaman listrik oleh PT. PLN yang sudah sangat sering dikeluhkan –bahkan oleh Gubernur S.H. Sarundajang, baca: Tribun Manado (Rabu, 30/05)–.
Rasa geram muncul karena terjadi diskriminasi penindakan, si pelaku pelanggaran diberikan dispensasi” berupa tetap saja boleh menikmati dengan nyaman pasokan listrik –tidak disegel apalagi diputus–; berbeda jika pelakunya adalah masyarakat biasa, meterannya bisa langsung disegel dan aliran listriknya diputus. Bukan itu saja, pembayaran tagihan susulan yang konon oleh tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PT. PLN area Manado telah ditetapkan kurang lebih sebesar Rp.41.000.000.000,- (empat puluh satu miliar rupiah) disusutkan menjadi hanya Rp.11.297.920.155,- (sebelas miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh ribu seratus lima puluh lima rupiah) yang pelunasannya dicicil hingga Januari 2014. Sungguh sebuah fasilitas kemudahan yang relatif sulit dirasakan oleh masyarakat biasa, apalagi jika kualifikasi pelanggarannya adalah pencurian maka sudah pasti akan dilaporkan ke aparat kepolisian; herannya dalam kasus ini PT. PLN samasekali tidak mengambil langkah hukum terhadap si pelanggar agar dapat diproses secara hukum, sungguh sebuah sikap yang mengoyak rasa keadilan.
Peran Pers
Bagi saya pribadi bukanlah hal penting menggugat tentang dari siapa, kapan, dimana dan bagaimana harian ini mendapatkan data dan bahan yang relatif rinci untuk pemberitaan eksklusif kasus/persoalan tersebut di atas. Sebab mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi sudah menjadi kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh pers untuk melaksanakan perannya, diantaranya adalah: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong supremasi hukum dan hak asasi manusia, melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Lagi pula selama ini otoritas PT. PLN area Manado dan PT. Gerbang Nusa Perkasa sudah cukup diberikan ruang untuk memberi klarifikasi terkait materi pemberitaan kasus tersebut.
Dan karena itu rasanya tidak berlebih-lebihan untuk menilai bahwa dalam konteks pemberitaan kasus tersebut, harian ini bukan saja sudah memainkan peran sosialnya dengan baik, yaitu: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui sebuah kasus/persoalan tersembunyi –bisa jadi disembunyi- sembunyikan– yang erat kaitannya dengan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Namun juga sudah memenuhi asas keseimbangan dalam pemberitaan dengan selalu memuat statement hasil konfirmasi dari pihak-pihak terkait.
Kejahatan Sosial dan Ekonomi
Tenaga listrik selain mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan nasional, juga memiliki fungsi sosial dan ekonomi. Hal ini dapat disimpulkan dari konsiderans huruf b dan penjelasan umum UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Oleh karena itu, sangatlah berdasar bila pencurian tenaga listrik tak terkecuali kasus tersebut di atas, harus dipandang tidak hanya sebatas sebagai perbuatan mengambil barang yang samasekali atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum sebagaimana rumusan Pasal 362 KUHPidana.
Namun lebih dari itu adalah kejahatan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, hak-hak mana ternyata justru menjadi salah satu alasan diadakannya perubahan terhadap UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dipandang perlu untuk diberi perlindungan, sebagaimana dapat diketahui dari konsiderans huruf b UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (R. Wiyono, SH, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 4)
Spektakuler
Langkah Kejaksaan Negeri Manado melakukan penyidikan terhadap dugaan adanya kerugian negara yang timbul baik dari kasus dugaan pencurian itu sendiri ataupun dari selisih pengurangan nilai pembayaran tagihan susulan sebesar Rp.41.000.000.000,- (empat puluh satu miliar rupiah) menjadi hanya Rp.11.297.920.155,- (sebelas miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh ribu seratus lima puluh lima rupiah) karena mengendus dilakukan secara melawan hukum dan terindikasi kuat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, patut kita beri apresiasi. Tentunya langkah tersebut tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa pengawalan, pengawasan dan kontrol dari masyarakat dan juga pers.
Bayangkan saja bila dana puluhan miliar tersebut digunakan untuk menunjang pembangunan dan atau perbaikan infrastruktur pembangkit tenaga listrik di daerah ini, sudah pasti akan ada lebih banyak lagi warga masyarakat yang dapat menikmati pasokan tenaga listrik atau setidak-tidaknya kita tidak lagi mengalami pemadaman listrik yang dengan seribu satu macam alasan sering dilakukan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya, akibatnya merusak peralatan elektronik dan sangat mengganggu aktivitas pekerjaan kita. (*)
Oleh: Maximus Watung (Praktisi Hukum)
Dugaan pencurian listrik oleh PT. Gerbang Nusa Perkasa, reklamator kawasan Manado Town Square (Mantos) yang diberitakan secara eksklusif oleh harian ini memunculkan respon publik beragam. Ada yang melihatnya hanya sebatas informasi saja tapi tak sedikit pula yang merasa kaget dan (sekaligus) geram seraya berharap agar segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum, saya sendiri meresponnya dengan sikap yang disebutkan terakhir.
Tindakan diskriminasi
Sangat wajar bila rasa kaget itu muncul sebab selain aksi pencurian diduga dilakukan oleh korporasi kenamaan yang dipimpin oleh sosok pengusaha yang boleh dikatakan tokoh masyarakat daerah ini, juga akibat dari aksi tersebut telah mengakibatkan adanya dugaan kerugian negara yang jumlahnya tergolong fantastis mencapai puluhan miliar rupiah. Dan kasus tersebut terbilang baru pertama kali terungkap di daerah ini, di tengah-tengah maraknya pemadaman listrik oleh PT. PLN yang sudah sangat sering dikeluhkan –bahkan oleh Gubernur S.H. Sarundajang, baca: Tribun Manado (Rabu, 30/05)–.
Rasa geram muncul karena terjadi diskriminasi penindakan, si pelaku pelanggaran diberikan dispensasi” berupa tetap saja boleh menikmati dengan nyaman pasokan listrik –tidak disegel apalagi diputus–; berbeda jika pelakunya adalah masyarakat biasa, meterannya bisa langsung disegel dan aliran listriknya diputus. Bukan itu saja, pembayaran tagihan susulan yang konon oleh tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PT. PLN area Manado telah ditetapkan kurang lebih sebesar Rp.41.000.000.000,- (empat puluh satu miliar rupiah) disusutkan menjadi hanya Rp.11.297.920.155,- (sebelas miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh ribu seratus lima puluh lima rupiah) yang pelunasannya dicicil hingga Januari 2014. Sungguh sebuah fasilitas kemudahan yang relatif sulit dirasakan oleh masyarakat biasa, apalagi jika kualifikasi pelanggarannya adalah pencurian maka sudah pasti akan dilaporkan ke aparat kepolisian; herannya dalam kasus ini PT. PLN samasekali tidak mengambil langkah hukum terhadap si pelanggar agar dapat diproses secara hukum, sungguh sebuah sikap yang mengoyak rasa keadilan.
Peran Pers
Bagi saya pribadi bukanlah hal penting menggugat tentang dari siapa, kapan, dimana dan bagaimana harian ini mendapatkan data dan bahan yang relatif rinci untuk pemberitaan eksklusif kasus/persoalan tersebut di atas. Sebab mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi sudah menjadi kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh pers untuk melaksanakan perannya, diantaranya adalah: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong supremasi hukum dan hak asasi manusia, melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Lagi pula selama ini otoritas PT. PLN area Manado dan PT. Gerbang Nusa Perkasa sudah cukup diberikan ruang untuk memberi klarifikasi terkait materi pemberitaan kasus tersebut.
Dan karena itu rasanya tidak berlebih-lebihan untuk menilai bahwa dalam konteks pemberitaan kasus tersebut, harian ini bukan saja sudah memainkan peran sosialnya dengan baik, yaitu: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui sebuah kasus/persoalan tersembunyi –bisa jadi disembunyi- sembunyikan– yang erat kaitannya dengan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Namun juga sudah memenuhi asas keseimbangan dalam pemberitaan dengan selalu memuat statement hasil konfirmasi dari pihak-pihak terkait.
Kejahatan Sosial dan Ekonomi
Tenaga listrik selain mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan nasional, juga memiliki fungsi sosial dan ekonomi. Hal ini dapat disimpulkan dari konsiderans huruf b dan penjelasan umum UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Oleh karena itu, sangatlah berdasar bila pencurian tenaga listrik tak terkecuali kasus tersebut di atas, harus dipandang tidak hanya sebatas sebagai perbuatan mengambil barang yang samasekali atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum sebagaimana rumusan Pasal 362 KUHPidana.
Namun lebih dari itu adalah kejahatan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, hak-hak mana ternyata justru menjadi salah satu alasan diadakannya perubahan terhadap UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dipandang perlu untuk diberi perlindungan, sebagaimana dapat diketahui dari konsiderans huruf b UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (R. Wiyono, SH, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 4)
Spektakuler
Langkah Kejaksaan Negeri Manado melakukan penyidikan terhadap dugaan adanya kerugian negara yang timbul baik dari kasus dugaan pencurian itu sendiri ataupun dari selisih pengurangan nilai pembayaran tagihan susulan sebesar Rp.41.000.000.000,- (empat puluh satu miliar rupiah) menjadi hanya Rp.11.297.920.155,- (sebelas miliar dua ratus sembilan puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh ribu seratus lima puluh lima rupiah) karena mengendus dilakukan secara melawan hukum dan terindikasi kuat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, patut kita beri apresiasi. Tentunya langkah tersebut tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa pengawalan, pengawasan dan kontrol dari masyarakat dan juga pers.
Bayangkan saja bila dana puluhan miliar tersebut digunakan untuk menunjang pembangunan dan atau perbaikan infrastruktur pembangkit tenaga listrik di daerah ini, sudah pasti akan ada lebih banyak lagi warga masyarakat yang dapat menikmati pasokan tenaga listrik atau setidak-tidaknya kita tidak lagi mengalami pemadaman listrik yang dengan seribu satu macam alasan sering dilakukan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya, akibatnya merusak peralatan elektronik dan sangat mengganggu aktivitas pekerjaan kita. (*)