Boroko, BeritaManado.com – Kongres Pengurus Besar Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Utara (PB-KPMIBU) ke -VII menuai polemik.
Hal itu lantaran panitia Kongres PB-KPMIBU ke-VII beranggapan keputusan yang dilahirkan tidak melalui kesepakatan mufakat, serta tidak quorum.
Polemik Kongres yang digelar di Minahasa beberapa hari lalu itu pun mendapat perhatian dari berbagai kalangan.
Termasuk mantan ketua PB-KPMIBU periode 2017-2019 Ramlan Tinamonga.
Menurut Ramlan, dalam berorganisasi dinamika itu biasa terjadi, terlebih ini berskala pengurus besar.
“Biarlah adik-adik kita yang selesaikan itu dalam forum, dinamika forum harus selesai dalam forum,” bebernya.
Yang menjadi perhatiannya, jika situasi ini akan menjadi gorengan para senior yang tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi.
“Kuncinya adalah yang berdinamika adalah peserta forum, maka yang harus menyelesaikan adalah adik-adik peserta dalam forum,” katanya.
Yang terpenting, ungkap Ramlan, adalah ketika kongres akan di laksanakan harus mengacu pada AD/ART bab XII pasal 19 tentang Kongres Nasional poin 4 kongres sah apabila dihadiri oleh sekurangnya 2/3 dari jumlah cabang.
“Tugas kami yang telah melewati forum kongres sebelumnya yang juga penuh dengan dinamika, harus merajut adik-adik yang berdinamika, senior yang bijak tidak lagi meperkeruh suasana apalagi lewat media sosial,” tegasnya.
Ramlan pun megapresiasi kepada cabang-cabang yang berada dalam Kongres di Minahasa sudah mengambil langkah penyelamatan organisasi.
Terpisah Steering Committee (ST) Risal Van Gobel dan Junardin C. Mahyun menegaskan keabsahan kongres itu sudah sesuai AD/ART karena pada pembahasan pleno 1 tentang tata tertib sidang sudah hadir 6 cabang sesuai undangan panitia,
“Persoalan Quorum tidaknya sidang pleno itu sudah diatur dalam Pleno 1 tata tertib kongres pada BAB VI tentang Quorum dan tata cara pengambilan keputusan pasal 7 poin 1 “sidang pleno baru di anggap sah apabila di hadiri oleh 1/2 di tambah 1 orang dari jumlah peserta penuh dan peninjau yang mengisi daftar hadir,” jelasnya.
Dari 6 cabang yang menjadi dilegasi, menurut ST, saudara Rizky Qamarudin Lasena dari cabang Jogja tidak disepakati oleh forum dan panitia untuk mengikuti kongres.
“Sebagaimana undangan panitia mencantumkan catatan bahwa peserta dilegasi harus memiliki legalitas rekomendasi dari cabang yang bersangkutan yang sudah dibubuhkan tanda tangan ketua dan stempel cabang dan kami ST telah menyelesaikan pleno 1,” sambungnya.
Lanjutnya, komposisi peserta yag di dilegasikan oleh cabang-cabang, cabang manado 2 oang penuh/peninjau, Kota Gorontalo 2 orang penuh/peninjau, Cabang Limboto 1 orang penuh, minahasa 2 orang penuh/peninjau, palu 1 orang peninjau, jogja 1 orang penuh.
“Jadi jumlah peserta sebanyak 9 orang peserta. Tapi dilegasi cabang Jogja di nilai ilegal oleh forum. Maka peserta berjulmlah 8 orang,” terangnya.
ST menjelaskan, adapun pemindahan tempat kongres ke .anado itu sudah masuk pada pleno 2 dan telah terpilih pimpinan sidang.
Ini di sebabkan panitia sudah tidak netral dan tidak komitmen dengan keputusan mereka tentang dilegasi peserta kongres, dan ini sah ketika mengacu pada Pleno 1 tata tertib kongres pada BAB VI tentang Quorum dan tata cara pengambilan keputusan pasal 7 poin 1 “sidang pleno baru di anggap sah apabila di hadiri oleh 1/2 di tambah 1 orang dari jumlah peserta penuh dan peninjau yang mengisi daftar hadir.
“Karena yang melanjutkan forum kongres di manado teridi dari 3 cabang manado, limboto dan kota gorontalo berjumlah 5 orang dalam daftar hadir peserta dan itu quorum,” tutupnya.
(Nofriandi Van Gobel)