
BeritaManado.com – Gemerlap Piala Dunia Qatar yang disebut sebagai agenda sepakbola dunia termahal menjadi salah satu momen spesial di Tahun 2022 yang menarik perhatian.
Namun ternyata dibalik keceriaan dan gegap gempita perhelatan akbar tersebut, ternyata penyelenggaraan Piala Dunia ini ada titik kelamnya.
Pasalnya, Qatar sebagai tuan rumah, dalam perjalanan persiapan Piala Dunia 2022 disebut memakan banyak korban jiwa.
Seperti yang dikutip Financial Times yang diungkapkan oleh Pejabat Qatar bahwa sekitar 400-an orang meninggal dunia selama pekerjaan konstruksi.
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, pekerjaan konstruksi dikabarkan dilakukan para pekerja saat mempersiapkan Piala Dunia 2022.
Sayangnya angka pasti jumlah pekerja konstruksi saat itu belum bisa ditentukan.
Hassan Al-Thawadi menyatakan bahwa pihak yang berwenang di Qatar tidak memiliki angka yang tetap atau pasti, ketika ditanya total pekerja yang meninggal.
Piala Dunia Renggut Banyak Nyawa
Adapun total estimasi korban jiwa relatif tinggi sehingga menjadi peristiwa yang tidak bisa dibiarkan begitu saja karena akhirnya banyak keluarga yang menuntut keadilan.
Hassan menyatakan bahwa dirinya masih belum berani memutuskan berapa angka pastinya terkait jumlah korban yang meninggal dunia.
“Estimasi sekitar 400-an. Antara 400 hingga 500, saya tidak punya angka pastinya. Itu sesuatu yang sedang dibahas,” ucap Hassan seperti yang dikutip pada Jumat (2/12/2022).
Jika dibandingkan dengan angka kematian yang diumumkan pejabat Qatar, di mana hanya ada tiga kematian terkait pekerjaan konstruksi Piala Dunia, angka tersebut relatif tinggi.
Namun, usut demi usut jumlah sekian ratus itu bukan saja dari para pekerja konstruksi Piala Dunia tetapi juga 37 jiwa yang tidak terkait pekerjaan.
Apakah Qatar Kekurangan Pekerja?
Qatar sendiri dalam pengerjaan konstruksi diketahui mendatangkan ribuan pekerja dari berbagai negara, termasuk Bangladesh dan Nepal.
Sebab selain persiapan turnamen, di mana 90% dari 8 stadion Piala Dunia adalah stadion baru, mempercepat pekerjaan lain yang sudah direncanakan, seperti peningkatan pelabuhan kota jadi fokus utama.
Organisasi buruh nasional di tahun 2020 sudah melakukan penelitian secara detail di seluruh negeri yang mengindikasi telah terjadi 50 kematian dan 500-an terluka parah pada tahun itu.
Sementara Kepala Keadilan Sosial dan Ekonomi di Amnesty International, Steve Cockburn menyatakan, ribuan pekerja kembali dalam peti mati tanpa penjelasan dari pihak berwenang.
“Perdebatan yang terus berlanjut seputar jumlah pekerja yang tewas dalam mempersiapkan Piala Dunia mengungkapkan kenyataan pahit bahwa begitu banyak keluarga yang berduka masih menunggu kebenaran dan keadilan,” sambungnya.
Melayangnya nyawa seseorang dalam piala dunia memang bisa dikatakan pasti ada, namun tanggung jawab yang diperlukan masih nihil.
Ini mendukung pernyataan sebelumnya bahwa keluarga korban membutuhkan keadilan dan kebenaran atas kejadian yang menimpa korban.
(jenlywenur)