Manado – Terkait salah satu persyaratan yang diwajibkan Komisi Pemilihan Umum Mahasisa (KPUM) dalam pencalon ketua dan sekretaris Senat Mahasiswa (Semah) Fakultas Hukum Unsrat diduga merupakan bentuk intervensi dari pimpinan fakultas.
Pasalnya, masing-masing pasangan calon diharuskan menyertakan surat penyataan kesiapan mendapatkan sanksi dari pimpinan fakultas pada adminisrasi pendaftaran sebagai calon.
Menanggapi hal itu, salah satu aktivis mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, Randy Nelwan menilai bahwa dugaan adanya intervensi tersebut sangat mendasar jika persyaratan sebagai calon diwajibkan membuat surat pernyataan demikian.
“Kalau ada surat seperti itu, Ini intervensi namanya. Kenapa ketika mengajukan diri sebagai calon harus membuat surat pernyataan siap menerima sanksi pimpinan fakultas. Tidak ada kaitannya pimpinan dengan sistem pemilihan pimpinan organisasi mahasiswa. Karena, Semah nantinya hanya berkordinasi dan memberikan pelaporan hasil realisasi program,” tegasnya.
Ditambahkan Randy, intervensi merupakan tanda awas bagi sistem demokrasi. Apabila terjadi intervensi, maka demokrasi sudah dinodai yang nantinya akan menyebabkan proses pemilihan organisasi mahasiswa (ormawa) tidak berjalan secara bersih, adil, transparan dan bebas.
“Intervensi merusak demokrasi yang ada dilingkungan ormawa. Setiap organisasi kemahasiswaan memiliki kemerdekaannya sendiri, tanpa harus ada pengaruh dan keterlibatan pimpinan fakultas dalam proses pemilihan ketua maupun sekretaris. Jika ini dibiarkan saja, maka kebebasan mahasiswa berpendapat dan berekspresi akan terkekang,” tandas Nelwan.
Sembari dengan nada tegas, dirinya mengakui bahwa intervensi pimpinan fakultas pada ormawa di Fakultas Hukum Unsrat sudah berlaku sejak lama. Dan Randy mengajak seluruh mahasiswa sudah waktunya mengambil sikap. (Leriando Kambey)