Manado, BeritaManado.com – Politik uang marak terjadi di kontestasi Pemilu 2024.
Pakar Tata Kelola Pemilu, Ferry Daud Liando, mengungkapkan faktor penyebab politik uang.
Pertama, menurut Liando, belum semua parpol melakukan mekanisme rekrutmen, kaderisasi dan seleksi yang baik. Efek buruk dari kinerja parpol yang buruk maka sebagian besar caleg yang diusung tidak memiliki komitmen moralitas politik yang baik.
“Moralitas buruk menjadi pemicu proses menghalalkan segala cara untuk menang termasuk menyuap atau menyogok pemilih,” kata Ferry Liando kepada wartawan BeritaManado.com, Kamis (7/3/2024).
Kedua, sebagian besar caleg memiliki investasi sosial yang terbatas. Ia belum banyak dikenal publik karena reputasi sosial yang terbatas. Kepemimpinan belum pernah teruji.
“Sehingga cara caleg untuk mendongkrak popularitas adalah bagi-bagi uang atau barang lainnya untuk menarik simpati secara instan,” tukas Liando.
Ketiga, ancaman pemidanaan terhdap pelaku dugaan politik uang dalam undang-unsang pemilu sangat sulit dibuktikan. Misalanya, jika caleg menyuruh orang lain yang bukan sebagaj pelaksana kampanye bagi-bagi uang, tindakan ini belum tentu dapat menghukum pelaku.
Sebab, pelaku bisa saja bukan sebagai peserta atau sebagai pelaksana. Untuk membuktikan oknum caleg melakukan tindak pidana politik uang maka unsur-unsur dalam pasal harus dapat dibuktikan siapa pelaku, kapan dan di mana tindakan itu terjadi, dengan cara apa, apakah ada unsur kesengajaan atau tidak dan siapa penerimanya.
“Jika yang menerima bukan sebagai pemilih maka unsur tidak terpenuhi,” tutur dosen politik Unsrat ini.
Ke depan, lanjut Liando, diperlukan komitmen bersama dalam mencegah politik uang. Sebab, efek buruk yang ditimbulkannya sangat merugikan masyarakat di kemudian hari.
Jika caleg yang terpilih hanya dengan modal menyuap dan menyogok untuk mendapatkan suara maka potensi yang akan terjadi adalah moralitas caleg yang terpilih tidak bagus, kualitasnya pasti minim karena ia terpilih bukan karena kualitas tapi bermain uang serta caleg yang terpilih karena uang. Masyarakat jangan berharap ia akan berjuang memperbaiki nasib rakyat di DPRD.
“Karena pemilih telah menerima uang saat kampanye maka komitmen janji-janji politiknya putus. Ketika ia berkuasa di DPRD maka yang akan dipikirkannya adalah bagaimana agar uang yang digunakannya untuk membeli suara bisa kembali. Eksistensinya pasti tidak berguna bagi rakyat,” pungkas Ferry Liando.
(JerryPalohoon)