Manado – Kran pemekaran kembali berdengung pasca moratorium dari Mendagri. Di Sulut cukup banyak daerah yang ingin memekarkan diri dengan alasan agar pelayanan makin dekat kepada masyarakat.
Provinsi Perbatasan Nusa Utara salah satunya yang paling getol ingin ‘merdeka’ dan menjadi daerah otonom baru. Hanya saja, berkaca dari pengalaman-pengalaman pemekaran daerah sebelumnya di Sulut, ternyata cukup banyak daerah yang tak mampu hidup sendiri dan tetap ‘menetek’ dari pemerintah pusat.
“Saya kira wacana pemekaran Provinsi Nusa Utara hanya mimpi di siang bolong. Ini hanya politis saja yang sengaja dilempar elit politik dan pemerintah. Karena pemekaran itu harusnya lahir dari masyarakat bukan elit. Nanti ke depan ada yang merasa jadi pahlawan ketika provinsi benar-benar terbentuk,” ulas DR Mister Gidion Maru MHum, dosen Unima Tondano.
Kemudian paling penting, lanjut Maru, ketika ingin berotonom perlu kajian komprehensif dan harus betul-betul aspirasi dari komponen masyarakat. “Sosialisasi harus dilakukan hingga masyarakat paling bawah karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, dan nasib orang banyak. Karena yang menderita nanti bukan elit pemerintah dan politik tapi rakyat kecil yang kena imbasnya,” kata doktor dari UGM Jogjakarta yang sebentar lagi akan diwisuda.
Tapi kalau keinginan menjadi Provinsi Nusa Utara benar-benar lahir dari masyarakat karena sebuah kebutuhan masyarakat ini yang perlu didukung. “Sekali lagi asalkan keinginan jadi provinsi lahir dari kebutuhan masyarakat. Misalnya, kurang perhatian pemerintah pusat terhadap kesejahteraan warga kepulauan, saya kira ini harga mati untuk diperjuangkan,” imbuhnya.(aha)