Manado – Kasus meninggalnya seorang ibu hamil bersama janin yang dikandungnya yang diduga dalam penuturan keluarga pasien ditangani secara sangat lambat bahkan diduga mengalami pembiaran selama beberapa pekan mengundang tanggapan keras dari legislator gedung cengkih, Billy Lombok SH.
Billy Lombok berkomitmen tak akan berhenti memberikan masukan, mengingatkan bahkan memberikan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan sebagai bagian dukungan moril bagi manajemen untuk tidak berhenti berinovasi.
“Rasa duka kami yang mendalam atas kepergian ibu yang berasal dari Tobelo, dan kami mendukung investigasi secara menyeluruh, blak-blakan sampai kronologi yang sebenarnya terungkap, pelayanan kesehatan mau tidak mau harus prima, karena entah sekarang atau besok semua dari kita akan merasakan fasilitas kesehatan, karena nya saya sangat yakin silent majority di Sulawesi Utara sangat menginginkan fasilitas kesehatan ini berbenah dan menjadi lebih hebat, memandang seseorang dari status BPJS atau umum, berdosa, apalagi bila benar mengalami pembiaran, itu biadab! Sudah sangat tidak sejalan hippocrates yang menekankan pada seni kedokteran itu ada pada sisi kemanusiaannya,” ujar Ketua Pemuda Sinode GMIM periode 2005-2014 ini kepada BeritaManado.com, Rabu (10/5/2017).
Ditambahkan Billy Lombok, begitu banyak catatan yang ditemuinya saat reses, bertemu dengan pasien serta praktisi kesehatan. ‘ kebutuhan teaching hospital (rumah sakit yang terdapat dokter belajar) yang terpisah dari general hospital (rumah sakit pelayanan umum), sudah mutlak diperlukan.
“Kami meminta agar rumah sakit segera membentuk task force (team cepat tanggap) yang mampu mengeskalasi keluhan pasien ke tingkat pengambilan keputusan sehingga manajemen dapat dengan lebih mudah mengontrol serta menindak lanjuti, bahkan ini jalan keluar yang bagus untuk menjawab regulasi BPJS dimana bila membutuhkan keputusan membeli obat yang harus dilakukan lewat keputusan manajemen,” tukas legislator muda ini.
Billy Lombok pun mengingatkan agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dapat tegas dan melihat kebutuhan rakyat Indonesia. Mencermati keluhan banyak keluarga pasien, masuk di berbagai fasilitas kesehatan, di papan dokter tertera nama dokter tertentu, tapi ketika masuk di fasilitas itu, dokternya tidak ada, padahal kehadiran para dokter tersebut untuk menjawab esensi waktu dan jam terbang keahlian dalam menangani berbagai kasus terlebih khusus kasus kritis.
Kemudian Ikatan Dokter Indonesia perlu menjelaskan kenapa masih tidak memberi ruang kepada dokter lulusan luar dan banyak diantara mereka yang WNI bahkan putera daerah serta memiliki reputasi baik bahkan luar biasa di luar tapi tidak di ijinkan berpraktik di Indonesia.
“Saya dengar dengan alasan penyakit berbeda, kalau kita berkaca di negara Singapura, Malaysia, semua rakyat dari berbagai benua datang kesana, justru mendapat banyak solusi, jadi apa masalahnya bila putera outeri terbaik Indonesia ataupun dokter ahli luar diberi ruang yang luas, ini juga menguntungkan negara, karena tiap tahun jutaan pasien dari indonesia pergi keluar negeri berobat disana dan saya yakin para dokter yang sudah lebih dahulu ada disini tidak keberatan karena akan menjadi momen bagus tukar menukar ilmu kesehatan, bantu membantu sesama sejawat, pada akhirnya rakyat yang akan merasakan,” tukas Billy Lombok lagi.
Lombok pun mempersilahkan pihak keluarga menempuh berbagai hal untuk mendapatkan keadilan.
“Dalam hakekat iman saya, iman perlu diperjuangkan, bukan sekedar Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil dan berhenti sampai disitu saja, Tuhan memberkati keluarga,” tutup putera dari Rektor Unima periode 1999-2008 ini.
Sebelumnya, Kepala RSUP Prof Dr R D Kandou Manado, dr Maxi Rondonuwu, menepis kasus kematian pasien ibu hamil, Hesty Toweka pada Senin, 8 Mei 2017, pukul 06:30 WITA, akibat kelalaian tim dokter.
Baca: Tega !!! Rumah Sakit Ini Diduga Telantarkan Pasien Hamil Hingga Meninggal
Menurut Maxi Rondonuwu, perawatan pasien Hesty Toweka di RSUP Kandou sudah sesuai prosedur.
“Terbukti sejak masuk 8 April 2017, tak ada keluhan dari keluarga kepada pihak rumah-sakit terkait perawatan pasien. Bahkan sejak masuk RSUP Kandou kondisi pasien sudah enfeksi terus dilayani maksimal oleh perawat dan tim dokter,” ujar Maxi Rondonuwu pada konferensi pers, Selasa (9/5/2017).
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Utara ini, menjelaskan kronologi pasien Hesty Toweka berusia 31 tahun sesuai rilis.
Pasien masuk RSUP Kandou pada 8 April 2017, dirujuk dari RSUD Tobelo Maluku Utara.
Pasien dirawat inap di Irina D oleh tim dokter kebidana dan kandungan. Di rawat untuk menangani keadaan infeksi (ditangani bersama dokter bagian penyakit dalam), disertai penanganan untuk menjaga kondisi kehamilan.
Setelah infeksinya teratasi pasien direncanakan untuk terminasi kehamilan dengan cara operasi sectio caesarea jika umur kehamilan sudah aterem (lebih 37 minggu) dan kondisi ibu memungkinkan.
Tanggal 26 April 2017 dilakukan pemeriksaan USG ulang oleh dokter spesiali kebinanan dan sesudahnya dokter menyampaikan kepada keluarga bahwa pada minggu depan pasien sudah akan dipersiapkan untuk rencana operasi.
Tanggal 5 Mei 2017, dikonsultasikan ke bagian anastesi untuk rencana operasi dan akhirnya dijadwalkan di instalasi bedah sentral untuk operasi pada tanggal 8 Mei 2017 (usia kehamilan 36-37 minggu), juga telah dikonsultasikan ke bagian bedah untuk pendampingannya saat operasi karena dari pemeriksaan USG ditemukan juga adanya massa (tumor) dalam perut.
Tanggal 6 Mei 2017 sekitar pukul 01.00 WITA, pasien mengalami kenaikan tekanan darah diikuti kejang dan penurunan kesadaran, pasien dinyatakan mengalami EKLAMPSIA. Pasien langsung ditangani sesuai protokol penanganan EKLAMPSIA. Selanjutnya pasien dipindahkan ke ruangan rawat Intensif Care Unit (ICU).
Tanggal 8 Mei 2017, pukul 06.30 WITA, pasien meninggal dunia di ruangan ICU.
Tim dokter kebidanan dan kandungan RSUP Kandou: Dr. dr John Wantania Sp.OG (K), Dr. Juneke Kaeng Sp.OG (K), Ns. Isje Sondakh, Amd.Keb S.Kep (Kepala Irina D)
(***/JerryPalohoon)