Tagulandang, BeritaManado.com – Di tengah keindahan alam Tagulandang, terjadi kekacauan ketika Gunung Ruang melepaskan ‘kemarahannya’ kepada penduduk tak bersalah di Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Empat belas hari yang menyakitkan telah berlalu sejak letusan awal, namun dampaknya terus menghantui masyarakat, meninggalkan ribuan orang dalam kebutuhan mendesak, terutama dalam bentuk material atap dan terpal.
Seperti yang diketahui, abu vulkanik dan batu-batu yang turun dari langit telah menyebabkan kerusakan parah pada rumah-rumah, menjadikan banyak orang rentan terhadap ancaman alam.
“Selain bantuan makanan, kami sangat membutuhkan material atap dan terpal dengan segera,” keluh Budi, seorang penduduk Desa Bahoi, yang rumahnya kini mengalami luka-luka dari amarah Gunung Ruang.
Ancaman hujan yang menggantung hanya memperburuk situasi.
“Dengan berlubangnya atap rumah kami, setiap hujan membuat rumah-rumah kami berubah menjadi kuburan air bagi barang-barang kami,” tambah Budi, menekankan perlunya bantuan segera.
Sementara itu, Pdt Febry Hamel MTh menceritakan perjuangan mereka pasca erupsi.
“Dalam tiga hari pertama setelah letusan, kelaparan menghantui kami saat kami mengatur makanan kami, memprioritaskan makanan bagi anak-anak kami,” cerita Pdt Febry, suaranya dipenuhi kelelahan dari hari-hari ketidakpastian.
Meskipun upaya heroik dari organisasi bantuan, seperti Kantor Sosial Pemerintah Kabupaten Sitaro yang dipimpin oleh Cosman Ambalao, kebutuhan yang terus berkembang dari masyarakat terdampak menjadi tantangan yang besar.
“Meskipun bantuan makanan telah didistribusikan, fokus kami beralih pada memberikan material atap dan terpal untuk melindungi dari kehancuran lebih lanjut,” jelaskan Ambalao.
Sementara dari pantauan BeritaManado.com di beberapa kelurahan dan desa, tampak terpal sudah terpasang, namun masih banyak juga warga yang rumahnya belum ada bantuan terpal.
(Jhonli Kaletuang)