Manado, BeritaManado.com– Belakangan ini ini Sulawesi Utara (SULUT) dihebohkan dengan aksi seorang turis mancanegara yang melakukan protes soal pelaksanaan pencarian dana pembangunan
Gereja di salah satu Gereja GMIM di Bunaken, Kota Manado.
Protes WNA tersebut diduga disebabkan karena kebisingan pengeras suara dalam pencariaan dana tersebut menggangu kenyamanannya pada malam hari.
Aksi tersebut kemudian viral dan menjadi pro dan kontra di masyarakat, pun berselang sehari dari kejadian itu
sejumlah turis mancanegara di pulau Bunaken ikut mengeluhkan kebisingan pengeras suara yang dianggap mengganggu kenyamanan liburan mereka.
Mereka memprotes gereja yang sering menggunakan speaker/toa khususnya saat pencarian dana pembangunan
hingga larut malam bahkan hingga katanya sampai pagi hari dan membuat turis yang ada disekitar
tempat tersebut merasa terganggu khususnya di jam-jam istirahat.
Memprotes hal tersebut, para turis berfoto sambil memegang spanduk bertuliskan “We Are On Holiday And Do Not Want To Be Woken Up By GMIM Church Until 07.00 AM” yang artinya adalah kami sedang liburan dan tidak ingin dibangunkan oleh gereja GMIM hingga jam 7 pagi.
Terkait hal tersebut panglima Panji Yosua GMIM James Sumendap mengecam pernyataan oknum turis asing tersebut yang dianggap menghina organisasi denominasi gereja terbesar di Sulut tersebut.
“Ini bule satu ini yang menghina GMIM, torang mo lapor Polisi pa dia, kita kalo lia kita ajar pa dia,” tegas James Sumendap dalam pernyataannya disalah satu gereja hari Minggu kemarin.
Bupati Minahasa Tenggara tersebut juga meminta wakil ketua bidang hukum Sinode GMIM agar segera membuat laporan ke Polda Sulut.
“Nanti Panji Yosua yang akan mengawal, jika Sinode tidak bertindak saya akan kerahkan anggota Panji Yosua yang berjumlah ribuan untuk mencari oknum turis ini,” ujarnya.
“Torang angka pa dia kong bawa pulang pa dia, jangan ada di tanah Minahasa. GMIM tidak boleh dihina,” tegasnya.
Menurut James Sumendap GMIM sangat menghormati kultur dan budaya agama lain. Ibadah dan pencarian dana dengan menggunakan penggunaan pengeras suara adalah bentuk apresiasi dan kebiasaan yang sudah ada dan dimaklumi oleh semua orang yang ada di Sulut.
“Seharusnya siapa saja yang ada di tanah Minahasa harus menghormati dan menghargai kultur dan kebudayaan setempat,” kata James Sumendap.
Diungkapkannya, jika ada orang dari luar mereka terganggu dan protes dengan kebiasaan dan kultur yang sudah ada dipersilahkan untuk angkat kaki dari Sulut.
Deidy Wuisan