Oleh: Dr Ralfie Pinasang SH MH (Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi)
Manado – Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah merupakan isu strategis nasional, dimana menurut Undang-undang siklus tahapannya harus dilaksanakan secara serentak dalam 5 (lima) tahun sekali.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Pemilukada. Jika memperhatikan tujuan penyelenggaraan Pemilukada secara serentak antara lain dimaksudkan guna untuk menghemat anggaran Negara juga termasuk untuk menciptakan iklim demokrasi adil dan memberikan edukasi politik ditengah masyarakat.
Apabila memperhatikan ciri-ciri Negara demokrasi antara lain disebutkan bahwa supaya terlaksananya penyelenggaraan Pemilukada harus dilaksanakan secara berkesinambungan guna melahirkan seorang pemimpin yang kredibel, aspiratif, dan berkualitas.
Terkait dengan pelaksanaan Pemilukada di Kabupaten Kepulauan Talaud yang telah usai dengan baik dan kemudian telah disahkan oleh KPU Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu Elly Engelbert Lasut dan Mochtar Arunde Parapaga terpilih, berdasarkan Surat Keputusan KPU Nomor : 70/DL.3.7KPT/7lO4/Kab/VIII/2018, Tentang penetapan pasangan Calon Bupati dan wakil Bupati terpilih pada PILKADA Kabupaten Kepulauan Talaud 2018.
Namun sekalipun telah ada Penetapan KPU tersebut, hal ini masih menyisahkan persoalan yang seharusnya Gubernur Sulut sudah harus melantik, namun belum dilakukannya, sehingga mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat yang seharusnya menurut Undang-undang sudah harus dilakukan pelantikan oleh Gubernur Sulut.
Mencermati polemik Pemilukada di Kepulauan Talaud tersebut, maka mendapatkan tanggapan/pendapat hukum dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi yaitu Dr. Ralfie Pinasang, SH., MH., dan Eugenius Paransi, SH., MH, mengatakan bahwa secara yuridis formal sudah sangat jelas bahwa dr. Elly E. Lasut dan wakilnya berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 202 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa:
“Gubernur. Bupati, dan Wali kota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2018 dan masa jabatannya kurang dari 5 (lima) tahun dikarenakan pelaksanaan Pemilihan serentak maka diberikan kompensasi uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode”.
Hal ini sangat jelas bahwa Gubernur pejabat yang berwenang dalam hal ini untuk segera melantik tanpa menunggu masa jabatan bupati Incumbent berakhir pada bulan Juli tahun 2019.
Apabila pelantikan ini tertunda, maka akan berimplikasi hukum pada Pemilukada serentak 5 (lima) tahun kedepan, temasuk berkonsekuensi hukum pada penggunaan keuangan Negara yang telah digunakan, dan perencanaan penggunaan keuangan Negara yang akan digunakan pada 5 (lima) tahun kedepan.
Termasuk juga apabila pelantikan tertunda, maka pelaksanaan Pemilukada pada 5 (lima) tahun kedepan, sudah pasti tidak lagi serentak dan hal tersebut akan merugikan keuangan Negara dan termasuk agenda Nasional terganggu yang seharusnya dihindari.
Bahwa sekalipun ada gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap Pemilukada Kabupaten Kepulauan Talaud, terhadap hal tersebut menurut hukum tidak menghalangi proses pelantikan dr. Elly Lasut dan wakilnya sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih, untuk dilakukan pelantikan karena hal tersebut merupakan kewajiban hukum dan pejabat Negara dalam hal ini Gubernur Sulawesi Utara.
Bahwa disamping itu Dr. Ralfie Pinasang, SH., MH., dan Eugenius Paransi, SH., MH berpendapat bahwa guna menjaga stabilitas politik dan keamanan di daerah juga dalam rangka menghadapi pemilihan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, maka sangat diharapkan kearifan Bapak Gubernur guna menjawab keinginan masyarakat kepulauan Talaud guna mendapatkan pemimpin yang segera mungkin membangun daerah kepulauan talaud pada 5 (lima) tahun kedepan.
(***/PaulMoningka)