Oleh: Ruly Rahadian (Pakar Bela Negara, Ditpothan Kemhan RI)
Meskipun sudah lewat duabelas tahun yang lalu, pengalaman pertama ditugaskan di beberapa titik di Kawasan Timur Indonesia bukanlah hal yang mudah.
Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Gorontalo, dan beberapa titik lainnya pernah membuat saya merasa bingung khususnya dalam memahami karakter masyarakat yang sangat berbeda dengan karakter masyarakat daerah dimana saya berasal.
Minggu pertama saya banyak dikejutkan oleh situasi yang tidak pernah saya bayangkan. Sebagai contoh pemuda mabuk di salah satu kota dimana saya ditempatkan, menggeletak di mulut gang bersama gitarnya dan sebotol arak buatan lokal. Tapi masyarakat menganggap itu hal biasa dan dibiarkan.
Sempat saya syok dan berpikir betapa terbelakangnya situasi tersebut. Sampai di tempat saya tinggal, saya merenung. tidak sepenuhnya masyarakat salah, karena pemerintah juga harus bertanggung jawab dalam membina masyarakatnya sehingga tidak terjadi hal seperti itu.
Kemudian saya mempelajari kearifan lokal masyarakat setempat, dan secara aktif berkomunikasi dengan masyarakatnya. Ternyata memang benar pepatah Tak Kenal Maka Tak Sayang. Dengan semakin kenalnya saya dengan masyarakat, saya semakin sayang dan semakin menyadari bahwa Kawasan Timur Indonesia adalah aset yang sangat berharga bagi bangsa ini.
Di timur inilah justru saya mendapat banyak pelajaran berharga dari kearifan lokalnya. Nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan, kesetiakawanan dan lain sebagainya, merupakan salah satu tonggak penyokong karakter bangsa yang harus kita jaga dan kita teladani bersama.
Setelah posisi saya kembali berada di kawasan Indonesia Barat, saya selalu teringat banyak hal mengenai Indonesia Timur. Alamnya, budayanya, kesetiakawanannya dan banyak lagi. Rindu terhadap Indonesia Timur ini sungguh menggugah rasa dan benak saya bagaimana ingin mengajak adik-adik generasi muda Kawasan Timur untuk lebih mendalami potensi diri, kekuatan kesetiakawanan yang begitu menonjol dan kekayaan alamnya.
Indonesia akan pincang tanpa sinergi seluruh kawasan yang ada. Tuhan memberi lebih kekayaan alam kepada saudara-saudara di Timur, Tuhan juga memberi lebih kemudahan akses dan fasilitas untuk saudara-saudara di Barat dan Tengah, namun keduanya harus berjalan secara sinergis. Kita saling membutuhkan karena kita bersaudara.
Ada beberapa kearifan lokal dari Timur yang sangat saya suka antara lain, Orang Manado bilang Baku Beking Pandei (saling memandaikan satu sama lainnya), orang Minahasa bilang Baku-baku bae, bakubaku sayang, baku-baku tongka, bakubaku kase inga (saling berbaik-baik, sayang menyayangi, tuntun-menuntun, dan ingat mengingatkan), Orang Ambon bilang Gendong beta-gendongmu jua (deritaku deritamu juga), orang Poso bilang Sintuwu Maroso (persatuan yang kuat: walau banyak tantangan, masalah, tidak ada siapapun yang dapat memisahkan persatuan warga Poso tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan).
Dari sekian kearifan lokal tersebut yang ada, sebenarnya ada benang merah yang sama melintas dari ujung Sabang hingga ke Merauke yang menjadi ikatan batin bangsa ini. Tapi kita masih arogan. Merasa lebih dari yang lain, merasa ada jarak yang memisahkan antar pulau.
Strategi penjajah berhasil dalam memecah belah kekuatan pola pikir Maritim bangsa kita, yang seharusnya adalah Laut merupakan penghubung, bukan pemisah.
Saya sebagai putera daerah Jawa Barat juga mempunyai filosofi lokal yang selalu saya ingat yaitu Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh (Saling memperpandai satu sama lain, saling kasih mengasihi, saling bina) karena dalam prinsip tersebut dalam msyarakat silih asih manusia didudukkan secara sejajar atau egaliter. Tidak ada superioritas diantaranya. Kemudian yang terpenting adalah Silih Ngawangikeun.
Artinya harus saling “mewangikan” atau mengharumkan satu sama lain, bukannya menjelekkan satu sama lain. Mental bobrok bangsa kita yang saling menjelekkan ini masih sangat kuat. Inilah yang menyebabkan bamgsa kita stagnan. Jelas sangat relevan dengan prinsip-prinsip kearifan lokal Indonesia Timur.
Sekali lagi saya ingin mengajak kepada adik-adik dari indonesia Timur, ayo kita bangkit bersama-sama. Tidak ada persoalan yang tidak ada solusinya. Dengan kita sama-sama saling dukung, saling percaya, saling kasih mengasihi, saya yakin kita bisa.
Tidak heran ketika Ir. Soekarno dibuang ke Ende begitu kagum dan melihat potensi besar di timur. Mungkin hal yang sama di benak saya ketika saya ditugaskan di Kupang hingga perbatasan Timor Leste dekat Desa Netamnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.
Diantara kegersangan dan suasana yang keras saya melihat potensi yang terpendam. Begitu hormatnya Ir. Soekarno yang bersuku Jawa ingin dipanggil Bung, dan manjadikan Tari Lenso sebagai tari pergaulan nasional karena sangat kagum terhadap kekayaan Indonesia Timur.
Semoga rasa kagum saya terhadap Indonesia Timur, rasa sayang saya kepada adik-adik di Indonesia Timur bisa menjadi motivasi adik-adik sekalian dalam melanjutkan gerak roda bangsa pasca kemerdekaan ini. Contohlah Prof. Herman Johannes, Prof Sam Ratulangi, Prof JE Sahetapy, Baharudin Lopa dan masih banyak lagi, mereka adalah tokoh-tokoh putera Indonesia Timur yang hebat dan bersahaja.
Saya begitu yakin bahwa adik-adik bisa lebih hebat daripada mereka apalagi teknologi informasi sudah berada dalam genggaman. Seharusnya tidak ada lagi batas wilayah yang menghalangi, karena kita semua mempunyai hal dan kewajiban yang sama. Dan saya sangat yakin dengan jiwa membara yang dimiliki adik-adik dari Timur akan menjadi bahan bakar yang hebat dalam berkontribusi membangun bangsa.
Didihan darah kalian akan membawa kalian sebagai pemimpin bangsa selama tidak digunakan untuk hal yang bersifat destruktif seperti tawuran ataupun provokasi negatif. Kalian lah generasi penerus yang unggul dan berpotensi, karena kalian semua adalah agen-agen perubahan yang mempunyai sikap BELA NEGARA. (***)