
Manado — Dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD dalam pengaturan proyek pemerintah kembali mencuat dan memicu amarah publik.
Di tengah sorotan tajam terhadap integritas wakil rakyat, muncul desakan agar para legislator stop jadi “makelar proyek”.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Garda Tipikor Indonesia (GTI), Deri Hartono, mengingatkan bahwa aturan hukum secara tegas melarang keras anggota legislatif bermain proyek.
“Pasal 400 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) jelas menyatakan: anggota DPRD tidak boleh merangkap jabatan atau melakukan kegiatan yang menimbulkan konflik kepentingan, termasuk dalam proyek pemerintah,” tegas Deri.
Menurutnya, anggota DPRD seharusnya fokus pada fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran—bukan berburu proyek atau menggunakan jabatan untuk meraup keuntungan pribadi. “Kalau sudah main proyek, fungsi pengawasan jadi omong kosong. Itu jelas pelanggaran etik dan moral,” tambahnya.
Pengamat: DPRD Itu Bukan Kaki Tangan Kontraktor!
Pengamat kebijakan publik Toar Palilingan juga angkat bicara. Ia menilai keterlibatan anggota legislatif dalam urusan proyek adalah bentuk penyimpangan serius terhadap mandat konstitusi.
“UU MD3 dan PP No. 12 Tahun 2018 sudah gamblang. Tugas DPRD itu menyusun perda, mengawasi eksekutif, dan mengatur anggaran. Kalau malah sibuk urus proyek, bagaimana bisa objektif mengawasi pemerintah daerah?” ujar Toar.
Toar menegaskan, konflik kepentingan dalam proyek bisa menjadi awal kehancuran kepercayaan publik. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi penghianatan terhadap rakyat.”
Parpol Harus Tegas: Jangan Biarkan Legislator Jadi ‘Broker Proyek’!
Toar juga menyoroti peran partai politik yang dinilainya terlalu longgar dalam mengawasi kadernya di parlemen. “Kalau ada kader terindikasi main proyek, partai jangan diam. Tegur, tarik, atau pecat! Kalau dibiarkan, partai ikut bersalah,” tegasnya.
Senada, aktivis antikorupsi Deri Hartono menyebut pembiaran dari partai politik hanya akan memperburuk krisis kepercayaan terhadap lembaga legislatif.
“Partai yang tidak tegas berarti merestui. Jangan cuma sibuk soal elektabilitas, tapi tutup mata terhadap pelanggaran etik kader,” tandas Deri.
Rakyat Harus Bergerak! Laporkan Legislator Nakal Sekarang Juga!
Baik Deri maupun Toar menyerukan agar masyarakat ikut aktif dalam mengawasi anggota dewan. Jika ada indikasi penyalahgunaan wewenang, warga bisa melapor ke Inspektorat, BPK, Ombudsman, bahkan KPK.
“DPRD itu dibiayai uang rakyat. Jangan takut bersuara! Laporkan kalau ada yang main proyek. Jangan biarkan ruang legislatif jadi sarang broker,” seru Deri.
Kasus keterlibatan anggota DPRD dalam proyek memang bukan cerita baru, namun tetap marak karena lemahnya sanksi dan pengawasan. Kini, bola ada di tangan publik dan partai: lindungi DPRD dari praktik kotor atau biarkan kepercayaan rakyat hancur sepenuhnya.
(rds)