Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyarankan metode kampanye konvensional seperti tatap muka dihapuskan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Penyelenggaran pesta demokrasi tersebut harus tetap menaati protokol penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Masih mungkin (mengubah) model kampanye konvensional, kebetulan peraturan KPU (PKPU) juga masih dibahas menurut anggota Bawaslu Mochammad Affiuddin dalam diskusi virtual Minggu, 10 Mei 2020.
Konsep kampanye seperti ini yang menginspirasi saya untuk mengkaji Model Kampanye Virtual Dalam Pilkada Serentak 2020.
Model kampanye dapat diubah melalui media sosial atau aplikasi berbasis daring.
Model kampanye virtual ini akan mengalami tantangan baru dalam sisi pengawasan agar tidak ada peserta yang menyalahi aturan. Bawaslu harus menghadapi tuntuntan dan tantangan berbeda melibatkan banyak platfrom untuk mengawasi model kampanye virtual).
Model kampanye virtual Pemilu Korsel
Sistem pemilu di Korea Selatan dianggap sukses menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) .
Korea Selatan bisa dijadikan pembelajaran dalam penyelenggara pemilu melaksanakan Pilkada serentak 2020.
Pemerintah Korea Selatan rutin berkomunikasi dengan publik lewat berbagai cara. Misalnya, menggunakan Youtube dan aneka infografis untuk menarik perhatian.
Dimana pemilu dilaksanakan pada saat pandemi COVID-19, yang memberikan pengaruh juga memengaruhi cara kampanye peserta pemilu lantaran tidak bisa berkerumun.
Mereka berlomba-lomba menarik simpati masyarakat dengan realitas tertambah atau augmented reality (AR), membuat konten di media sosial, hingga berlari sejauh 400 kilometer.
Delete Kampanye Konvensional
Pelaksanaan kampanye dalam Pilkada 2020 diharapkan bahwa strategi kampanye konvensional yang menggunakan alat peraga dan pendekatan door-to-door atau blusukan sudah bisa digantikan dengan model kampanye digital melalui media sosial pada saat pandemi COVID-19 seiring dengan familiarnya penggunaan presentasi virtual misalnya zoom, google meet dll yg bisa menghubungkan calon dengan pemilihnya.
Apalagi dengan situasi pandemi COVID-19 masyarakat yang stay at home dan work from home merasakan pengalaman yang luar biasa dengan penetrasi internet masuk rumah yang hampir mendekati 75 % kebutuhan pengguna internet.
Tertangkap jelas dan nyata hampir seluruh lapisan masyarakat hidup dalam hiruk pikuk politik di medsos baik WA, Facebook, Instagram dan diskusi-diskusi vitual serta webinar karena mereka stay at home dan work from home.
Maka kebiasaan perilaku masyarakat pemilih dapat dimanfaatkan oleh para calon untuk bisa menggunakan model Kampanye Virtual dalam pilkada serentak 2020 terutama daerah perkotaan, strategi migrasi kampanye virtual lewat digital sudah sangat relevan dan menjadi kebutuhan (need) dimana media virtual menjadi habit masyarakat tinggi.
Maka tidak menutup kemungkinan pendekatan kampanye konvensional seperti datang ke rumah-rumah atau blusukan dalam pilkada serentak 2020 dalam masa atau pasca pandemi COVID-19 akan digantikan dengan model kampanye virtual melalui media sosial, selain murah, cepat yg paling penting menghindari penyebaran virus tapi maksud kampanye tetap tersampaikan dengan baik dan atraktif.
Apalagi untuk daerah dengan penetrasi internet tinggi, maka cara/model kampanye virtual jauh lebih efektif saat dan pasca pandemi COVID-19 dalam pilkada 2020, dan saatnya para calon dan tim kampanye untuk meninggalkan pendekatan konvensional dan beralih pada kampanye digital.
Model Kampanye di media sosial bisa meningkatkan popularitas dari para calon pilkada. Untuk menaikkan popularitas atau keterkenalan, melalui model kampanye virtual di media sosial terbukti sangat ampuh karena cepat dan mudah menyebar.
Kita tunggu KPU untuk dapat mengatur model kampanye virtual dalam Pilkada Serentak 2020 melalui PKPU sehingga banyak penyelenggara pemilu dan masyarakat yang terjamin keselamatannya.
Semoga kita semua dapat mewujudkan pilkada serentak dengan keterbatasan yang ada ditengah pademi COVID-19 menuju pemilu demokratis.
Penulis: Johnny Alexander Suak