Kakas, BeritaManado.com — Misteri rumah tua yang ada di Desa Waleure Kecamatan Langowan Timur sedikit demi sedikit mulai terungkap, menyusul kesaksian dari keluarga pemilik yang tinggal di Desa Tountimomor Kecamatan Kakas Barat.
Dari wawancara ekslusif BeritaManado.com di kediaman Baby Pangau, terungkap beberapa penggalan cerita yang diduga kuat memiliki kaitannya dengan perkembangan Gereja Katolik di Langowan, meskipun keluarga besar mereka hampir semua bukan beragama Katolik.
Pertama, sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya bahwa rumah yang sekarang ditinggali anak dari Baby Pangau itu dahulunya pernah digunakan para Pastor Belanda untuk menyelenggarakan Misa dan itu diperkirakan berlangsung selama 10 tahun.
Menurut penuturan Baby Pangau sendiri yang didengar dari neneknya, bahwa rumah tersebut ditinggali para Pastor Belanda pada zaman perang sebelum kemerdekaan Indonesia.
Dibandingkan dengan catatan sejarah yang ada dalam Buku Mengenang Yubelium 140 Tahun Permandian Pertama di Langowan tercatat bahwa sekitar tahun 1942 – 1945 Gereja Katolik pertama yang ada di Desa Amongena hancur.
Pada masa transisi sebelum dibangunnya gereja yang baru di Desa Koyawas Kecamatan Langowan Barat pada periode pelayanan Pastor Craanen MSC tahun 1951 – 1956 tidak tercatat dalam buku tersebut dimana para pastor dan umat Katolik Langowan beribadah pada saat itu.
Kesaksian Baby Pangau itulah yang memperkuat bahwa benar di rumah yang benduk denahnya seperti huruf “Z” itu memang pernah ditinggali oleh para Pastor Belanda dengan segala aktivitas peribadatan layaknya di gedung gereja.
“Di rumah itu cukup banyak benda-benda religi yang sangat identik dengan gereja Katolik, sementara dari pihak keluarga tidak pernah menceritakan bahwa mereka pernah membeli atau meminta dari orang lain. Cerita yang ada adalah bahwa benda-benda seperti salib, gambar Bunda Maria, tempat makan, tempat ulek obat dan lain sebagainya adalah peninggalan para Pastor Belanda itu,” tuturnya.
Ditanya kemungkinan jalan ceritanya sampai rumah tersebut menjadi tempat tinggal beberapa Pastor Belanda, Baby mengatakan bahwa dari keluarga besar yang ada, ada satu orang yang beragama Katolik dan saat ini sudah tinggal di Lembean, Minahasa Utara.
“Mungkin saja di saat Gereja Katolik di Amongena hancur dan sementara menunggu gereja yang baru di Koyawas selesai dibangun sekitar 10 tahun itu, keluarga saya itu berinisiatif meminta ijin ke kakek saya untuk digunakan sementara para Pastor Belanda sebagai tempat beribadah,” katanya.
Jika dilihat dari Buku Sejarah Pimpinan Wilayah Rohani dan Stasi Paroki Santo Petrus Langowan tercatat bahwa dari tahun 1942 saat Jepang melakukan penyerangan sampai tahun pelayanan Pastor Craanen di tahun 1951 – 1956 ada beberapa Pastor yang melayani di Langowan dari kurun waktu 14 tahun adalah Pastor H Geurts MSC (1940-1951), Pastor Prins MSC (1950), Pastor Jotten MSC (1950-1951), Pastor W Lengkong MSC (1944-1945) dan Pastor Nakagawa MSC (Pastor Belanda Diinternir/1945).
Pastor Nakagawa sendiri menurut tulisan seorang wartawan pada sebuah media online merupakan imam berkebangsaan Jepang yang tiba di Manado pada tanggal 3 Desember 1944 dengan semangat cinta kasih yang besar dan keramahan dalam melayani umat.
“Terkait benda-benda peninggalan para Pastor Belanda kemungkinan masih ada tersimpan di lemari tua yang ada di rumah Waleure. Jika ada waktu saya akan mencari kembali bahkan di seluruh bagian rumah. Mudah-mudahan masih ada lagi yang lain bisa ditemukan. Selain apa yang sudah ditemukan, ada juga sebuah pedang samurai yang menurut nenek saya pemberian orang Jepang.
Pedang samurai tersebut secara umum punya kemiripan dengan pedang yang dikenal saat ini, akan tetapi jika diperhatikan dengan teliti, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pedang tersebut kemungkinan besar bukanlah senjata yang identik dengan perang atau para kesatria Ninja, karena bagian pangkal pedang yang terbuat dari kayu itu bentuknya tidak lazim seperti saat ini.
Apakah pedang samurai itu punya hubungan dengan keberadaan Pastor Nakagawa saat ia melayani di Langowan, sampai saat ini belum bisa dipastikan kebenarannya dan masih harus dilakukan penelitian lagi.
Yang pasti menurut Baby Pangau sendiri, keluarganya akan bersikap terbuka kepada pihak Gereja Katolik Paroki St. Petrus Langowan maupun Keuskupan Manado jika ingin mencari tahu cerita-cerita yang berhubungan dengan pelayanan para Pastor Belanda zaman dahulu. (Frangki Wullur)