Siau – Warga pulau di Kabupaten Sitaro sangat tidak lega dengan distribusi minyak tanah (MT), bahan bakar utama untuk aktivitas rumah tangga.
Harga MT di kawasan-kawasan terpencil sudah menyentuh Rp 10 ribu per liter, jauh melampaui aturan eceran terendah. Parahnya lagi, tiap bulan jatah buat warga per kepala keluarga cuma dibatasi 4 liter. Mana cukup?
“Kalau minyak tanah memang mahal, sepuluh ribu rupiah per liter cuma 4 liter per bulan, sulit kalau memasak,” ujar Herry Matheos dan Stenny Katimpale, warga Pulau Buang Kecamatan Biaro, akhir pekan lalu pada beritamanado.
Beberapa warga menduga stok hingga distribusi MT Sitaro sengaja dimain dan dimonopoli pihak tertentu. Bahan bakar bersubsidi itu ditimbun di salah satu pulau utama.
“Setahu kami distribusinya datang dari Tagulandang, bukan dari Siau,” tandas Stenny.
Kendati begitu, warga Tagulandang bukannya mudah mendapatkan jatah MT bersubsidi, malah sama nasib mereka dengan masyarakat-masyarakat di lokasi yang lebih terpencil. Malah menurut Aso, warga Kampung Mohongsawang, sering istrinya cuma dijatahi 2 liter dari pangkalan.
Lantas bagaimana kalau habis bahan bakar? “Kami kumpul plastik bekas minuman supaya bisa bakar kayu api,” sebut Herry dan Stenny. (alf)
Siau – Warga pulau di Kabupaten Sitaro sangat tidak lega dengan distribusi minyak tanah (MT), bahan bakar utama untuk aktivitas rumah tangga.
Harga MT di kawasan-kawasan terpencil sudah menyentuh Rp 10 ribu per liter, jauh melampaui aturan eceran terendah. Parahnya lagi, tiap bulan jatah buat warga per kepala keluarga cuma dibatasi 4 liter. Mana cukup?
“Kalau minyak tanah memang mahal, sepuluh ribu rupiah per liter cuma 4 liter per bulan, sulit kalau memasak,” ujar Herry Matheos dan Stenny Katimpale, warga Pulau Buang Kecamatan Biaro, akhir pekan lalu pada beritamanado.
Beberapa warga menduga stok hingga distribusi MT Sitaro sengaja dimain dan dimonopoli pihak tertentu. Bahan bakar bersubsidi itu ditimbun di salah satu pulau utama.
“Setahu kami distribusinya datang dari Tagulandang, bukan dari Siau,” tandas Stenny.
Kendati begitu, warga Tagulandang bukannya mudah mendapatkan jatah MT bersubsidi, malah sama nasib mereka dengan masyarakat-masyarakat di lokasi yang lebih terpencil. Malah menurut Aso, warga Kampung Mohongsawang, sering istrinya cuma dijatahi 2 liter dari pangkalan.
Lantas bagaimana kalau habis bahan bakar? “Kami kumpul plastik bekas minuman supaya bisa bakar kayu api,” sebut Herry dan Stenny. (alf)